Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Mengurus Akun Media Sosial

Pagi ini, seorang teman lama saya tiba-tiba memasukkan akun Facebook saya ke sebuah grup yang aneh. Grup berbahasa Inggris, yang tampaknya tidak terurus. Tampak aneh karena yang teman saya ini karakternya agaknya tidak mungkin menyarankan saya masuk ke grup yang tidak jelas seperti itu. Dan benar saja, ketika saya konfirmasi, ternyata dia tidak merasa memasukkan akun saya ke grup tersebut. Bahkan, tambahnya, sudah sekitar 1 tahun dirinya tidak aktif di Facebook. Passwordnya pun lupa. Saya pernah mengibaratkan jika media sosial bagaikan sebuah rumah di dunia maya. Kuncinya ada di password. Dan bila password jatuh ke tangan orang lain, maka terjadilah pencurian. Pun seperti rumah yang tak terurus, akun yang dibiarkan lama pun rawan dibobol oleh yang tidak berkepentingan. Mungkin ada baiknya ketika sudah tidak berminat untuk menggunakan sebuah akun media sosial lebih baik dihapus saja, alih-alih hanya menganggurkannya. Akun tak bertuan seperti itu tentu saja pengamanannya tak seperti a

Karena Ingatan Manusia Terbatas

Satu foto bisa saja berisi beragam cerita. Foto juga merupakan gambaran sebuah momen yang bisa membangkitkan memori kapan saja dilihat. Tak hanya foto saya rasa, ada pula rekaman suara maupun video. Semua sama saja, merupakan sebuah media yang berguna membangkitkan memori sebuah momen. Dari hal sederhana hingga yang penting sekalipun. Kini era teknologi makin berkembang. "Pengingat" memori pun tak hanya beredar di foto pun rekaman semata. Internet telah mengubah banyak hal. Apapun yang kita catat ataupu masukkan di internet akan terekam dan kapan saja kita membutuhkan tinggal membukanya. Makin mudah kala ponsel pintar saat ini memiliki kemampuan akses internet kapan saja dan dimana saja. Terkadang, menurut saya internet telah membuat seorang manusia tak lagi harus mengingat segala hal. Semua bisa dicatat disana. Sebut saja instagram yang tidak banyak memakan tempat seperti album foro konvensional. Daya tahan pun lebih lama ketimbang metode tradisional. Ada sisi baik dan bur

Social Media, Narsis, dan Rasa Ingin Dihargai

Sebagai manusia, amat wajar jika kita tidak dapat hidup sendiri. Bak keping puzzle, manusia tidak ada yang dapat menjalani kehidupan tanpa bergantung pada orang lain. Karena memang manusia merupakan makhluk sosial, yang bersosialisasi merupakan salah satu kebutuhannya. Sosial media adalah salah satu terobosan teknologi guna mendukung kebutuhan manusia untuk berinteraksi satu sama lain tanpa ada perbedaan jarak dan ruang. Orang dari belahan bumi manapun bisa saling berinteraksi membicarakan sebuah tema tertentu. Twitter misalnya, kala terjadi sebuah peristiwa menarik, serempak banyak orang membicarakannya dengan menulis tweet. Peristiwa-peristiwa tersebut tak lagi hanya menjadi sebuah lalu lintas informasi, bahkan sampai hingga menjadi trend yang banyak dibicarakan orang. Media sosial, dalam hal ini misalnya Twitter diatas dapat menjadi sebuah indikator dalam menentukan sebuah trend yang sedang ramai dibicarakan. Media sosial menjadi tolok ukur dalam menentukan kekuatan sebuah inform

Sebuah "Masyarakat" Media Sosial

Ponsel yang terhubung ke internet serta canggih seperti saat ini membuat segala hal menjadi lebih mudah. Serius, inilah benda yang dalam keseharian menjadi teman yang senantiasa menemani dalam berbagai aktivitas. Mungkin berbeda seperti satu dekade yang lalu. Ponsel mungkin hanya disentuh kala ingin menelepon ataupun menulis SMS. Setidaknya fungsionalitas-lah yang membuat semua berubah. Ponsel "kekinian" yang terhubung dengan internet memudahkan pekerjaan serta hiburan saat ini. Pekerjaan yang dulunya mungkin hanya bisa dilakukan dengan menyalakan komputer, sudah bisa dilakukan oleh ponsel pintar. Pun dengan media sosial, menjadi trend yang mengekor dengan popularitas ponsel pintar. Media sosial merupakan salah satu aktivitas reguler pemilik ponsel pintar saat ini. Media sosial menjadi salah satu hiburan yang ada di ponsel pintar. Maklum, sebagai makhluk sosial, tentunya manusia ingin berinteraksi, dan media sosial serta ponsel pintar sukses mendukungnya. Akhirnya, interak

Data yang Tak Bisa Dianggap Remeh

Apa yang terpenting dari era digital di jaman sekarang? Ponsel canggih kaya fitur yang "kekinian"? Ataukah perangkat yang bisa membantu kita bekerja darimana saja dan kapan saja? Era digital saat ini merupakan saat dimana informasi dan data menjadi sesuatu yang penting untuk dicermati. Bagaimana tidak, setiap apapun yang berhubungan dengan jaringan internet terkadang memerlukan berbagai data dan informasi. Media sosial misalnya, mengharuskan kita sedikit " membeberkan" informasi terkait identitas, yang terkadang bersifat sensitif. Data sensitif tersebut, apabila diketahui oleh orang yang salah, tentunya akan menjadi sesuatu yang buruk. Telah banyak kejahatan yang terjadi akibat penyalahgunaan informasi. Sebenarnya, pemberian informasi terkait dengan identitas merupakan hal yang penting. Misalnya saja dalam media sosial yang mewakili identitas kita di internet. Sayangnya, pemberian informasi ini kadang jatuh ke tangan pihak yang tidak berkepentingan. Tak hanya da

Facebook dan Gaya Hidup

Belakangan ini, sebenarnya saya jarang sekali membuka Facebook. Sudah lama status di Facebook pun tidak saya update. Saya membuka Facebook pun mungkin lebih untuk bermain game daripada memanfaatkannya sesuai fungsi aslinya sebagai media sosial. Namun, meski saya pribadi sudah agak malas membukanya, Facebook tetaplah menjadi sebuah media sosial yang paling terpopuler di dunia. Facebook merupakan sebuah media sosial yang menurut saya bisa "menyihir" penggunanya. Facebook bukanlah media sosial yang pertama, sebelumnya sudah ada beberapa yang mendahuluinya. Namun Facebook begitu fenomenal hingga mengakibatkan penggunanya menjadi begitu kecanduan. Mereka rela menghabiskan waktu hingga berjam-jam menatap layar. Facebook menjadi tempat yang menyenangkan bagi penggunanya untuk saling berbagi. Facebook merupakan media sosial yang mengakomodir penggunanya untuk berbagi apa saja. Link berita yang dibaca, foto, video, bahkan perasaan si pemilik akun. Facebook pelan namun pasti telah

Karya yang Dihargai Setelah Kematian

Saya kuliah di jurusan Manajemen. Salah satu materi kuliah yang mungkin saya ingat betul adalah Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. Saya tak akan menjelaskan apa itu di tulisan ini, saya hanya ingin mencermati satu kebutuhan yang sebenarnya hampir setiap orang memilikinya yakni kebutuhan aktualisasi diri. Setiap orang sekecil apapun, saya yakin memiliki sebuah karya. Tak perlu misalnya menjadi seorang seniman untuk menghasilkan sebuaj karya. Setiap orang memiliki imajinasinya sendiri yang kadang malu untuk diungkapkan, itulah kenapa kadang kebutuhan aktualisasi diri ini tidak terdeteksi. Seorang Vincent Van Gogh, penulis yang begitu terkenal ternyata baru terkenal akan karyanya saat dia telah meninggal. Ketika masih hidup, mungkin banyak karyanya yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Semua orang suka untuk dipuji ataupun dihargai karyanya. Entah itu karya kecil, lebih-lebih sebuah karya yang dia perjuangkan untuk bisa terwujud. Namun, menghargai seseorang terkadang sulit,

Bicara "Ponsel Jadul"

Sekitar 10 - 5 tahun yang lalu, saya sudah sangat menyukai internet. Saya bisa menghabiskan uang puluhan ribu rupiah untuk bisa mengakses internet di warnet. Maklum saja, dulu ponsel yang bisa dipakai untuk internetan masih terbilang cukup mahal. Itupun tarif pulsanya tidak bisa dibilang murah, dan kala browsing lewat ponsel, biasanya saya mematikan fitur fotonya untuk menekan biaya. Kini sungguh kejadiannya berbeda. Akses internet tak lagi terbatas seperti dulu. Dimanapun berapa mengakses internet amat mudah dilakukan dengan menggunakan ponsel pintar (smartphone). Ya, ponsel kini semakin pintar, tak lagi seperti dulu yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan sms semata. Perkembangan teknologi yang pesat menimbulkan evolusi gaya hidup digital. Saat ini serba online. Mau berkomunikasi lebih mudah dengan hadirnya messenger dan media sosial. Menonton film? Mudah pula dengan streaming. Apalagi yang kurang? Bermain game online dengan seluruh penduduk dunia bisa dilakukan dimana saja. B

Satu Ponsel Takkan Cukup

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa jumlah pelanggan operator telekomunikasi di Indonesia lebih besar dibanding jumlah penduduk. Ini berarti beberapa orang di Indonesia memiliki lebih dari satu ponsel. Beragam alasan yang mendasari orang memiliki lebih dari satu nomor ponsel. Penetrasi operator dalam menjaring calon pengguna begitu masive. Lihat saja, harga kartu perdana yang terjangkau, bahkan nyaris gratis ditambah beragam bonus yang ditawarkan begitu menggiurkan. Beberapa bahkan menganut sistem sekali pakai, yang artinya membeli kartu perdana untuk dimanfaatkan bonusnya, setelah itu buang. Beberapa ada yang memanfaatkannya secara negatif. Penipuan dengan menggunakan kartu perdana murah ini misalnya. Kembali ke masalah kepemilikan ponsel. Penetrasinya di Indonesia baru-baru ini begitu kuat. Beragam merk dan model dari produsen ponsel saling berlomba menarik hati konsumen di Indonesia. Bak gayung disambut, konsumen pun tak keberata mencoba ata

Karena Smartphone Tak Sekedar Ponsel

Ketika masih SMP, saya memiliki hobi cukup unik yang sayangnya tak patut untuk ditiru. Saya punya kegemaran untuk "iseng" mengerjai teman-teman yang punya telepon rumah. Bermodal uang recehan, saya memggunakan telepon umum yang kebetulan terletak tak jauh dari sekolah untuk menelepon teman sekedar mengganggu tidur siangnya. Ketika itu, pemilik telepon rumah di sebuah kota bisa dihitung dengan jari. Ya, waktu itu akhir tahun 90an, pemilik telepon rumah tak hanya menentukan kebutuhan komunikasi semata, namun juga menunjukkan status strata sosial. Kini pun sama, pemilik telepon rumah juga bisa dihitung dengan jari. Namun, bukan karena hanya yang mampu yang memilikinya, namun lebih karena kalah pada penetrasi telepon seluler (ponsel). Telepon rumah kali ini lebih sebagai sarana pendukung sebuah bisnis. Seakan dengan alasan keterbatasan mobilitas menjadi sebuah alasan semakin tergesernya peran telepon rumah. Menurut pengamatan saya, penetrasi telepon seluler dimulai dari awal t

"Kan Ada Google"

Terus terang kadang saya sulit membayangkan sekolah pada jaman dahulu. Saya membayangkannya sekolah jaman dulu mungkin sangat sulit. Untuk mendapat nila baik, mungkin kita diharuskan untuk menghafal sekian banyak materi pelajaran. Saya pas SMA pun merasa seperti itu. Saya sendiri gampang malas untuk belajar. Dulu saya mengambil jurusan IPS saat SMA, dan jurusan ini apapun alasannya harus paham dan lain sebagainya, tetap saja dihadapkan untuk menghafal atau setidaknya membaca materi pelajaran yang segitu banyaknya. Untuk saat ini, mungkin tidak berubah. Saya tidak memperhatikan sekolah sekarang, hanya saja prediksi saya tetap saja siswa dihadapkan untuk menguasai materi pelajaran segitu banyaknya. Namun, berbeda dengan jaman dahulu, setidaknya mungkin saat ini siswa akan lebih mudah belajar ataupun memahami materi dengan adanya Google. Ya, saya merasa Google telah mampu mengubah paradigma belajar siswa. Ada solusi alternatif misalnya saat biaya membeli buku pelajaran yang lumayan men

Hemat Kuota

Di jaman sekarang ini, rasanya sungguh tidak mungkin bisa dilepaskan dengan kebutuhan data internet. Pada sebuah smartphone misalnya, rasanya pemakaian untuk data internet lebih besar ketimbang telepon dan sms. Kebutuhan di era digital saat ini memaksa orang untuk selalu update. Alhasil kebutuhan kuota data pun makin membengkak. Bahkan kadang menghabiskan porsi tersendiri dari pengeluaran. Rasanya perlu lebih bijak mengatur pengeluaran utamanya untuk kebutuhan internet agar tidak mengganggu kebutuhan lainnya. 1. Kenali Kebutuhan Kuota Kebanyakan orang gajian sebulan sekali. Nah sehabis gajian ini baiknya menjadi momentum untuk mengukur kebutuhan data kita. Ada baiknya memilih paket bulanan daripada mingguan serta harian, karena jatuhnya akan lebih hemat. Yang paling penting justru adalah memastikan dan memilih paket kuota yang paling tepat dengan kebutuhan. Ingat, paling tepat, tidak kurang ataupun lebih. Bila memilih paket kuota kecil, padahal kebutuhan banyak, misalnya untuk game

Charger Rusak

Menyebalkan, ya itulah yang saya rasakan hari ini. Charger ponsel yang rusak bisa menjadi masalah serius. Dulu mungkin tak se-serius saat ini. Charger ponsel dulu mungkin hanya hal biasa yang kita temui di akhir aktivitas hari. Bahkan hal ini dianggap remeh, kala semua bisa digantikan desktop charger, sebuah charger murah meriah yang bisa digunakan untuk tipe baterai ponsel apa saja. Kelemahannya mungkin harus mencopot batetainya, namun tak masalah jika dilakukan di malam hari kala beristirahat tidur. Lagian, siapa sih yang hendak menelepon atau SMS di larut malam. Sekarang berubah. Seiring perkembangan jaman, charger tak lagi diremehkan seperti dulu. Baterai tak hanya memberikan nyawa pada ponsel semata. Lebih dalam lagi, daya di ponsel dibutuhkan untuk menjamin berjalannya aktivitas seharian di ponsel berlangsung lancar. Setengah nyawa kehidupan kita, mungkin berlebihan tapi disadari atau tidak berada di ponsel. Mencatat aktivitas, berhubungan serta berinteraksi dilakukan melalui po

Setia Bersama XL

Hari ini merupakan ulang tahun ke 19 salah satu operator telekomunikasi di Indonesia yakni XL. Kebetulan saya merupakan salah satu penggunanya, belum lama sih, mungkin baru sekitar 5 tahun. Saya ingat betul, pertama saya memiliki nomor XL ini ketika baru pertama kali bekerja di Jakarta, tahun 2010 lalu. Dan, di hari ulang tahunnya ini, saya sekedar ingin berbagi cerita kenapa saya bisa "betah" menggunakan operator yang satu ini. Terus terang, saya kerap mempertimbangkan menggunakan operator lain sebagai nomor utama. Hal itu dikarenakan hanya saya yang menggunakan operator XL di keluarga bahkan kantor saya. Pertimbangan biaya kerap menjadi alasan saya untuk mengganti operator. Bukan rahasia, ketika kita menelepon ke nomor operator lain, tentu saja biaya untuk membeli pulsa akan semakin membengkak. Ketika pertama kali menggunakan nomor XL, tidak ada bayangan bakal menggunakannya untuk jangka waktu yang lama. Saya pertama menggunakannya di tahun 2010. Pada saat itu tent

Kala Twit Tak Lagi Dibatasi 140 Karakter

Sore ini, saya membaca sebuah artikel yang isinya rumor. Artikel tersebut berisi rumor yang menyatakan jika Twitter mungkin saja tak lagi membatasi 140 karakter ketika menulis sebuah twit.  Ya, selama ini memang Twitter identik dengan posting yang pendek maksimal 140 karakter saja. Meskipun masih berupa rumor yang tentu saja tak perlu kita percayai lebih lanjut, saya tertarik untuk sedikit membayangkan bagaimana jadinya bila twit tak lagi dibatasi maksimal 140 karakter. Satu sisi, mungkin berguna dalam menyampaikan twit secara lebih jelas, namun juga mungkin sedikit aneh sebagai konsekuensinya. 1. Tampilan Tak Lagi Minimalis Salah satu keunggulan Twitter selama ini adalah tampilannya yang minimalis dan dan efisien. Dengan pembatasan karakter, maka tampilan linimasa jadi lebih minimalis dan enak untuk dipantau. Tampilan ini pastinya akan berubah jikalau orang-orang di timeline menulis panjang lebar kala twit tak lagi dibatasi sebanyak 140 karaktet. Fitur read more mungkin n

Internet Bagai Candu

Saya menghabiskan lebih dari 8 GB per bulan untuk mengakses internet, atau setara dengan Rp. 200 ribu. Bagi saya, internet merupakan salah satu aktivitas wajib setiap harinya yang mungkin sulit (jika tak dapat dikatakan mustahil) untuk ditinggalkan. Disaat koneksi internet bermasalah, hal tersebut membuat saya panik dan kadang hingga memaki akun customer service di Twitter. Internet bagi saya telah menjadi bagian dari gaya hidup. Saya pun tak sendiri, banyak juga orang lain yang seperti itu. Bahkan beberapa lebih boros. Penggunaan 8 GB lebih bagi saya didominasi oleh sosial media dan messaging. Beberapa orang bahkan sampai kecanduan game online yang lebih banyak menghabiskan kuota daripada saya. Semua ini tak dapat disalahkan. Ini merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang makin pesat. Kemajuan yang tak terelakkan ini telah mengubah gaya hidup masyarakat perkotaan dan mungkin juga pedesaan. Internet memang mengakibatkan kebutuhan semakin membengkak, namun itu risiko dari sebuah

Politik Media Sosial

Belakangan, saya memperhatikan sebuah fenomena menarik di Twitter. Pendukung pemerintah dan oposisi saling serang menyerang dalam bentuk tagar (hastag). Kedua kubu saling bersaing menjadikan tagar andalannya menjadi trending topic di Twitter. Sebagai salah satu negara besar pengguna media sosial, fenomena ini lumrah terjadi di era digital seperti saat ini. Sebenarnya, sudah banyak fenomena penggunaan media sosial di ranah politik. Media sosial seperti Twitter menjadi tempat favorit bagi masyarakat menyampaikan pendapat mereka. Twitter juga menjadi tempat efektif bagi seorang pemimpin mendengar keluhan rakyatnya. Media sosial bisa menjembatani pemerintah dan masyarakat yang selama ini cenderung tercipta jembatan yang cukup besar. Kembali ke masalah perang tagar di Twitter. Sebenarnya ini bukanlah cara tepat dalam mengukur seperti apa kondisi politik sebuah negara. Bagaimanapun juga, perang tagar ini bisa disetting mesialnya saja menggunakan bot untuk menjadikan tagar yang diusung menj

"Jebakan" Media Sosial

Di jaman saat ini, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki setidaknya satu akun media sosial. Bahkan masyarakat Indonesia terbilang "cerewet" di media sosial. Coba saja lihat di Twitter yang riuh ramai dengan twit dari masyarakat Indonesia. Apapun yang terjadi di Indonesia, bisa jadi pembahasan ramai di media sosial.  Media sosial saat ini menjadi gaya hidup bagi kebanyakan orang. Media sosial telah menjadi bagian dari hidup masyarakat modern saat ini. Setiap harinya media sosial menjadi tempat yang tidak hanya melampiaskan ataupun mencurahkan apa yang dirasa semata, juga sesuai namanya, menjadi sebuah sarana berinteraksi dengan banyak orang dengan lebih menyenangkan. Hanya saja, bagaikan sebuah sisi mata uang yang juga memiliki dua buah sisi. Media sosial pun kerap menjebak penggunanya, hingga terkadang tidak sadar melanggar beragam batasan ataupun aturan yang ada. Jebakan Anonim   Anonim banyak "berkeliaran" di media sos

Media Sosial, Identitas Kedua

Bangun tidur tadi pagi, saya dikejutkan dengan salah satu mention di Twitter saya. Ada yang mencari kontak ataupun alamat seseorang yang akunnya sudah tidak aktif beberapa bulan. Konon katanya, akun tersebut selingkuh dengan istrinya. Saya sendiri tidak membalas mention tersebut. Saya pribadi mengenal akun tersebut hanya di Twitter saja, tidak pernah bertemu secara langsung. Jadi, saya tidak bisa memberikan komentar apapun, serta tidak membalas mention tersebut. Hanya saja, hal ini menjadi menarik. Kala seseorang menghindar ataupun menghilang di dunia nyata, bisa jadi orang-orang yang berinteraksi dengannya di media sosial "diinterogasi" guna mencari ataupun melacak keberadaan orang tersebut. Seolah media sosial menjadi ajang untuk mencari serta melacak keberadaan sang pemilik akun yang tiba-tiba menghilang. Media sosial saat ini telah menjadi sebuah identitas kedua. Akun media sosial merupakan representasi dari tiap individu di dunia nyata. Oleh karena

Bertahan di Era Digital

Kita hidup di sebuah jaman yang tidak hanya bergantung pada tatap muka semata. Hampir semua serba mesin. Dari mulai dibangunkan oleh alarm, mengambil uang melalui ATM, bahkan berinteraksi melalui media sosial. Semua serba teknologi, yang memungkinkan orang dapat beraktivitas dengan mudah.  Era digital juga berarti saat dimana informasi begitu membanjiri. Informasi lebih mudah didapat dibanding dulu. Media sosial seolah menjadi alat berbagi informasi yang utama. Orang lebih memilih untuk mengakses internet guna mendapatkan informasi yang lebih cepat dibanding sarana lain seperti TV atau radio. Serba cepat. Era digital menuntut semuanya lebih cepat dan praktis. Seolah semua bergantung menggunakan ponsel pintar yang menjadi alat menjelajahi era saat ini. Hal-hal sederhana seperti memesan taksi sekalipun menggunakan aplikasi yang ada di ponsel pintar. Penggunaan data untuk menjelajah internet sekarang telah menjadi sebuah kebutuhan. Dulu mungkin orang memerlukan

Tiga Ponsel Andalan dalam Keseharian

Gambar
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pekerjaan saat ini tidak lepas ataupun sangat mengandalkan koneksi internet. Mobilitas tinggi mengharuskan saat ini kita harus senantiasa siap bekerja dimanapun dan kapanpun. Guna mendukung kegiatan sehari-hari, sayapun mengandalkan beragam perangkat yang bisa membantu pekerjaan ataupun keperluan lain.     1. Nokia C3-00     Bisa dibilang ini merupakan ponsel yang nanggung. Bukan tergolong ponsel pintar ( smartphone ), namun inilah ponsel yang hampir setiap saat saya sentuh saat bekerja. Ponsel ini sengaja hanya saya pakai untuk bertelepon dan sms. Koneksi internet sengaja tidak saya gunakan. Semata-mata agar supaya baterai bisa bertahan lama. Dan memang ponsel ini paling bisa diandalkan dari kekuatan daya. Dengan intensitas telepon serta sms yang tinggi, penggunaan ala saya, daya ponsel ini bisa sampai 16 jam. Selain itu, keypad QWERTY-nya begitu nyaman digunakan dan jarang salah ketik. Ponsel ini pernah sekali mengalami se

Media Sosial dan Rasa Percaya Diri

Media sosial perlahan mulai menjadi sebuah gaya hidup masyarakat saat ini. Perkembangan internet yang telah menyentuh beragam lapisan serta aspek kehidupan menjadikan media sosial tak hanya menjadi sebuah rutinitas namun juga kebutuhan serta gaya hidup. Apalagi dengan kemudahan akses internet saat ini, orang tak lagi bergantung pada koneksi melalui komputer, cukup simpel dengan ponsel pintar ( smartphone ). Kemudahan tersebut, menjadikan pengguna media sosial makin “gatal” dan kecanduan dalam meng- update akun media sosial. Rata-rata pengguna ponsel pintar menggunakannya untuk update status mereka, dari mulai yang jarang hingga setiap saat senantiasa berbagi. Media sosial memudahkan manusia untuk senantiasa berbagi. Sebagai makhluk sosial, sudah selayaknya media sosial menjadi sarana yang menyenangkan untuk saling berbagi pada satu sama lain. Dan sudah bukan rahasia lagi, media sosial telah meningkatkan rasa percaya diri penggunanya. Dengan menggunakan akun media sosial, e

Melihat Teknologi yang Makin Menguasai Kehidupan

Peranan teknologi, khususnya Teknologi Informasi semakin hari senantiasa makin mempengaruhi gaya hidup serta cara menjalaninya. Teknologi makin memudahkan kehidupan dan pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi menciptakan dunia yang fleksibel. Aktivitas serta pekerjaan kini tidak berpengaruh pada ruang dan waktu. Segala aktivitas tersebut dapat dilakukan kapanpun serta dimanapun.  Evolusi ponsel menjadi smartphone telah mengubah semuanya. Hampir segala aktivitas bisa dilakukan dengan alat ini, tak hanya terbatas untuk berkomunikasi semata. Membuat dokumen, berkirim pesan serta email, dapat dilakukan kapanpun dengan bermodal ponsel pintar.  Smartphone kini fungsinya telah hampir menggantikan komputer. Segala hal yang dulunya mungkin hanya bisa dilakukan oleh komputer, kini bisa menggunakan ponsel. Dan karena maraknya penggunaan media sosial serta dengan mudahnya koneksi internet ke ponsel pintar, makin menjadikannya alat yang mengubah gaya hidup.  Gaya hidup