Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

Kabel Data "Fast Charging"

Gambar
Saya memiliki kebiasaan buruk. Entah kenapa saya sering sekali kehilangan atau bahkan merusakkan kabel data sekaligus kabel charge ponsel yang saya miliki. Mungkin hampir belasan kabel yang saya miliki rusak atau hilang entah kemana. Saya termasuk orang dengan aktivitas dan mobilitas yang tinggi. Disamping itu, ponsel pintar adalah benda yang sangat penting menemani segala aktivitas yang saya lakukan. Disaat aktivitas penggunaan ponsel yang cukup intens, tentunya saya membutuhkan kabel data untuk mengisi daya dan juga memindahkan data ke komputer. Saya sendiri jarang menggunakan powerbank, karena kurang praktis. Dengan alasan tersebut, tentunya saya membutuhkan sebuah kabel yang dapat diandalkan. Beruntung saya memiliki ponsel dengan lubang berbentuk micro sd sehingga bisa digunakan bergantian dengan ponsel lain serta mudah didapatkan. Meskipun ponsel yang baru sudah meninggalkannya diganti dengan USB type C. Beberapa waktu yang lalu, saya datang ke sebuah bazar di pusat perbelanjaa

Kegalauan Karena Ponsel Rusak

Belakangan saya merasa tidak dalam kondisi perasaan yang baik. Ponsel yang menjadi andalan saya untuk bekerja dan menulis di blog mengalami kerusakan. Entah apa sebabnya, saat saya gunakan tiba-tiba muncul garis vertikal di layar yang tidak dapat dihilangkan. Mungkin ini bukan suatu kerusakan yang parah, namun tetap saja tidak nyaman saat digunakan. Apalagi ponsel saya yang lain mengalami kerusakan serupa (terdapat "noda" di layar) sejak sebulan yang lalu. Ponsel saya ini bukanlah ponsel biasa. Ponsel ini lumayan jarang didapatkan di pasaran. Dari segi umur, ponsel ini memang terbilang tua. Ponsel yang launching tahun 2014 namun baru beberapa bulan yang lalu saya beli. Meski software dan spesifikasi terbilang sudah berumur, namun mengingat performa yang masih bagus serta harga yang turun drastis menjadi alasan saya dalam membeli ponsel tersebut. Rusaknya ponsel memang merupakan suatu hal yang menyebalkan di era saat ini. Bayangkan saja, ponsel merupakan "alat bantu&quo

"Simalakama" Pembajakan

Di era digital seperti sekarang ini, mendapatkan beragam hiburan seperti film, musik dan aplikasi software begitu mudah. Dengan membayar sejumlah uang, bahkan kita dapat men-download sejumlah layanan langsung dari komputer ataupun ponsel pintar yang kita miliki. Selain itu, beberapa mungkin bisa didapat secara gratis. Namun, dengan serba kemudahan itu kadang disalahgunakan oleh pengguna internet dalam mendownload layanan ataupun media secara ilegal, atau yang biasa kita sebut dengan pembajakan. Secara umum, pembajakan dilakukan karena mahalnya versi originalnya. Misalnya saja software yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah, ataupun musik, lagu dan buku elektronik (e-book) berharga ratusan ribu rupiah bisa didapat secara gratis dengan mengunduh versi bajakannya. Dan uniknya, para pengunduh ini merasa tidak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan. Pembajakan memang memiliki beberapa sudut pandang. Di satu sisi, pembajakan merugikan si pemilik hak cipta. Para kreator lagu, film

"Cyber War"

Judulnya lebay, hehehe. Bukan, ini bukanlah cyber war dengan aksi saling hack dan lain sebagainya. Ini soal perang opini (debat) di media sosial. Temanya apalagi jika bukan tentang politik. Entah kenapa tema ini mendominasi beragam perang argumen di media sosial akhir-akhir ini. Saya penasaran apakah energi yang mereka habiskan untuk "berperang" tidak sia-sia? Ataukah memang ada bayaran? Entahlah. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta masih beberapa bulan lagi, namun gaungnya sudah semakin memanas saja di media sosial. Para pendukung masing-masing calon saling mengelu-elukan jagoannya. Perang opini ini mengingatkan kita pada Pilpres 2014 kemarin yang juga panas. Tak hanya saling beradu program, para pendukung ikut pula mempertahankan jagoannya dengan mencaci calon yang lain. Panas sekaligus membuat miris. Media sosial yang harusnya menyenangkan berubah menjadi medan perang. Media sosial merupakan sarana beriklan (dan juga kampanye) yang cukup murah dan efektif. Hari gini siapa sih

Rela Setor Data?

Di jaman sekarang, kita tentu paham jika semua pengguna ponsel pintar juga secara otomatis memiliki akun media sosial. Minimal ada satu media sosial yang senantiasa aktif digunakan setiap harinya. Bahkan sebagian besar saya yakin menggunakan media sosial ini sebagai alat komunikasi utama, misalnya saja BBM ataupun WhatsApp. Media sosial merupakan salah satu bagian dari gaya hidup masa kini. Seolah kita dianggap aneh jika hanya bisa dihubungi melalui telepon dan SMS serta tidak memiliki media sosial satupun. Perkembangan teknologi informasi telah menciptakan "komunitas" internet yang menjadi tempat beraktivitas sehari-hari. Namun, di sisi lain media sosial dan internet juga menyimpan sebuah dilematis. Data pribadi yang bersifat pribadi mau tidak mau akan terbuka karena dengan memiliki akun media sosial dan menggunakan internet kita dipaksa untuk menyerahkan identitas. Tak hanya identitas, aplikasi seperti chatting pun berarti kita "mempersilakan" si pemilik layanan

Kehebatan Sebuah Ponsel

Tahun 2005 adalah untuk pertama kalinya saya memiliki ponsel sendiri. Meskipun pada saat itu saya hanya mampu membeli sebuah ponsel bekas, namun tetap memiliki kebanggan tersendiri. Waktu itu, ponsel sudah bukan lagi menjadi barang yang langka. Sudah banyak yang memiliki, meski patut diakui, harganya masih terbilang tinggi. Saat pertama kali memiliki ponsel tersebut, bukan berarti saya bebas untuk berkomunikasi. Maklum saja, saat itu saya masih berstatus mahasiswa. Tarif telepon dan SMS (yang ponsel saya hanya mampu lakukan) masih begitu mahal. Jadi, saya agak menghemat dengan jarang telepon ataupun mengirim SMS jika kurang begitu penting. Fungsi dasar sebuah ponsel adalah telepon dan SMS. Ponsel merupakan salah satu revolusi dalam teknologi telekomunikasi. Dulu, mobilitas orang dalam berkomunikasi jarak jauh amat terbatas. Pemilik telepon rumah (kabel) pun hanya segelintir orang dan menyentuh kalangan terbatas. Dengan hadirnya telepon seluler, mobilitas orang berkomunikasi makin lua

"Kebablasan" Berpendapat

Sore ini, timeline Twitter saya dipenuhi berbagai protes terkait kebijakan menyamarkan gambar (blur) yang dilakukan stasiun televisi saat menayangkan acara PON. Kebanyakan sih, protes ditujukan pada KPI yang menurut mereka telah membuat kebijakan sensor yang berlebihan, sehingga esensi tayangan justru tidak didapat oleh pemirsa televisi. Saya tidak bermaksud untuk ikut dalam perdebatan blur tayangan televisi ini. Saya tidak dalam posisi mendukung ataupun menolak sensor yang dilakukan oleh KPI terhadap tayangan televisi di Indonesia. Namun, fenomena untuk saling menyampaikan pendapat di media sosial ini menarik, hingga opini-opini yang berkembang mampu menjadi trend (trending topic). Kita bersyukur hidup di era digital yang serba mudah seperti saat ini, dimana kebebasan menyampaikan pendapat dijamin oleh undang-undang. Bahkan tak hanya itu, fasilitas guna menyampaikan pendapat pun telah banyak tersedia. Tak harus melakukan demonstrasi, menyampaikan pendapat bisa dilakukan di media sos

Internet Mati Itu Menyebalkan

Hari ini, seorang teman mengirim SMS. Dia "curhat" dari semalam layanan internetnya tidak bisa digunakan, padahal kuota masih. Saya pun memberi saran untuk menghubungi customer service operator yang digunakan. Saat sedang "menjelajah" media sosial, akhirnya saya membaca klarifikasi dari si operator jika memang internetnya di beberapa daerah mengalami gangguan. Saya sendiri kebetulan tidak menggunakan operator tersebut untuk berinternet. Internet telah menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi beberapa orang. Internet menjadi sarana berkomunikasi dan berinteraksi. Internet pula menjadi sarana hiburan dan berbisnis. Peran internet dalam keseharian begitu vital, kala pengguna ponsel pintar tak mungkin dapat dipisahkan dengannya barang sehari. Bahkan, konsumsi untuk paket data menjadi lebih besar dibanding dengan telepon dan SMS. Sebegitu pentingnya peran konektivitas internet menjadikannya layanan yang harus senantiasa siap. Bila internet mengalami gangguan, sudah b

Gaya Hidup "Online"

Peran kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan. Perkembangan teknologi IT memunculkan beragam cara baru yang membuat kehidupan makin mudah dan cepat. "Online", begitu orang menyebut sebuah aktivitas melalui internet. Entah apapun yang dilakukan, dari mulai sekedar browsing maupun saling berinteraksi. Intensitas online pun lama kelamaan makin sering. Bahkan menjadi salah satu aktivitas utama dalam keseharian. Kemudahan online tak lepas dari makin canggihnya ponsel pintar. Ponsel kini tak lagi hanya berfungsi untuk berkomunikasi jarak jauh semata. Lebih dari itu, ponsel pintar saat ini lebih berfungsi untuk mendukung aktivitas online agar terhubung dengan internet. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dengan makin canggihnya penggunaan ponsel maka akan memunculkan beragam aktivitas online. Tak hanya aktivitas biasa, online telah menjadi sebuah gaya hidup bagi sebagian orang. Online telah menciptakan beragam ide bisni

Ponsel Update

Ponsel apa yang sedang Anda pakai? Bila membeli baru-baru ini, tentunya ponsel pintar Anda memiliki software maupun Operating System (OS) yang terbaru. Katakanlah apabila Anda menggunakan Android, ada kemungkinan OS Anda kali mungkin Lollipop ataupun Marshmallow, dan bahkan mungkin juga Android Nougat. Benar, para produsen ponsel saling mengembangkan teknologi ponsel yang mereka lepas ke pasaran. Software ataupun OS senantiasa diperbarui dan dikembangkan dengan alasan tetap mendapatkan performa yang optimal. Bagi ponsel dengan kategori flagship ataupun unggulan tentunya tidak terlalu masalah dengan "kebijakan" produsen ponsel ini. Mereka senantiasa mendapatkan update kapanpun sudah siap diluncurkan. Jadi, performa ponsel yang dimiliki senantiasa diperhatikan. Namun, bagi beberapa ponsel dengan kelas di bawahnya, keterbatasan hardware mungkin menjadi kendala sehingga tidak mendapatkan update layaknya ponsel flagship. Saya sendiri masih menggunakan ponsel Android dengan OS Ki

Berganti Ponsel

Saya seorang yang memiliki kebiasaan buruk namun susah untuk dihilangkan. Saya memiliki kebiasaan untuk sering berganti ponsel pintar (smartphone). Setiap ada ponsel menarik dengan harga yang terjangkau hampir pasti saya akan membelinya. Memang, pekerjaan dan aktivitas yang saya lakukan sangat bergantung dengan adanya ponsel, namun kebiasaan saya ini bukanlah sebuah hal yang baik. Saya tak sendiri. Bagi beberapa orang, memiliki ponsel adalah sebuah gaya hidup. Mereka sering bergonta-ganti ponsel. Biasanya karena hobi dan ingin mencoba fitur-fitur ataupun kemampuan yang dimiliki oleh sebuah ponsel yang baru. Kebiasaan ini berbanding lurus dengan semakin meningkatnya aktivitas digital dan online manusia. Sejak hadirnya ponsel pintar (smartphone) aktivitas online semakin intens. Karena mengakses internet bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Saya menulis tulisan ini di dalam kereta dalam perjalanan Semarang-Jakarta. Karena kondisi sinyal yang naik turun, akhirnya saya memilih untuk

Ponsel, Kebutuhan, dan Keinginan

Belakangan, ada dua pabrikan ponsel di dunia sedang memperkenalkan dua produk andalan (flagship) yang mereka miliki. Samsung mengeluarkan Galaxy Note 7 dan Apple launching iPhone 7. Kedua ponsel ini diklaim memiliki keunggulan dibanding seri sebelumnya yang beredar setahun yang lalu. Terlepas dari masalah baterai yang melanda Note 7, tetap saja ini akan menjadi salah satu ponsel yang canggih saat ini. Ponsel andalan (flagship) dari Samsung dan juga Apple sebenarnya muncul sekitar setahun sekali. Ponsel-ponsel yang di diluncurkan pun memiliki spesifikasi terbaik. Pun dengan software ataupun OS di dalamnya, dapat senantiasa di-update mengikuti perkembangan. Singkat kata, ponsel seri flagship tersebut bisa dipakai dalam kurun waktu 2-3 tahun, atau bahkan lebih. Lalu, apa yang mendasari seseorang berganti ponsel setiap tahunnya? Bukan tanpa alasan produsen mengeluarkan seri terbaru. Pembenahan-pembenahan dilakukan agar ponsel terbaru yang ditawarkan lebih baik dibanding yang lama. Hanya

"Buzzer", Lapangan Kerja Baru?

Setiap musim pemilihan, baik itu Pemilu, Pilpres ataupun Pilkada, selalu diramaikan dengan aksi para calon dan pendukungnya. Dan karena jaman sekarang aktivitas tidak hanya berkutat di dunia nyata, ranah media sosial pun menjadi sasaran. Bahkan mungkin bisa dikatakan kampanye melalui media sosial bisa lebih efektif, karena orang jaman sekarang lebih sering mengaksesnya ketimbang membaca koran ataupun menonton televisi yang sudah mulai ditinggalkan. Di media sosial, memang merupakan wahana yang efektif dalam menyalurkan pendapat. Pun demikian halnya ketika dalam Pemilihan, media sosial menjadi senjata yang lumayan ampuh guna menyaring suara. Media sosial merupakan cara yang murah dan efektif dalam mendongkrak popularitas seorang calon. Karena itulah, tak heran banyak aksi saling endorse dan dukung pasangan pun mewarnai media sosial. Bahkan lama kelamaan makin ramai dan "panas" kala pendukung seorang calon saling bersitegang dengan pendukung calon yang lain dengan saling melem

Pengaman Ponsel

Masalah keamanan di ponsel sudah sering menjadi perhatian. Ponsel saat ini menjadi barang penting yang berisi banyak data dan rasanya akan sangat berbahaya jika data penting tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab. Maklum saja, ponsel pintar kini sudah menjadi teman dalam keseharian. Beragam data apapun tersimpan di benda tersebut. Baik itu misalnya akun media sosial, rekening bank, dan lain sebagainya. Begitu pentingnya peran ponsel pintar pada aktivitas penggunanya, memaksa produsen ponsel menyiapkan sistem keamanan yang semakin baik dan susah "dijebol". Beragam pilihan pengaman ponsel ditawarkan mulai dari fitur standar seperti PIN, hingga knock kode, menggambar pola, dan yang sedang "booming" kali ini yakni sensor sidik jari (fingerprint sensor). Sebagai sebuah upaya pengamanan, langkah yang ditempuh oleh produsen ponsel ini layak diapresiasi. Mereka mencoba untuk mengamankan data yang dipakai oleh penggunanya. Tak hanya produsen ponsel yang

4G, 3G, 2G, dan Internetan di Tengah Malam

Minggu ini, saya dibuat galau oleh operator seluler. Kegalauan saya rasakan saat hendak memilih paket internet. Maklum, kebutuhan internet saya cukup besar, dan juga sedang dalam masa-masa untuk berhemat, jadi harus lebih selektif memilih mana operator yang cocok dan menawarkan paket internet yang sesuai dengan kebutuhan dan tentu saja anggaran yang saya siapkan. Beragam tawaran operator saya pelajari satu per satu. Saya sebenarnya bukanlah sosok konsumen yang loyal pada hanya satu operator saja. Asal cocok, saya pun tidak anti dengan operator manapun. Namun, kompetisi para operator dalam menawarkan paket internetnya ini tetap saja membuat bingung konsumen. Bayangkan saja, ketika harus berlangganan paket internet dengan bermacam syarat dan ketentuan. Syarat pertama yang menyebalkan menurut saya adalah pembagian paket internet menurut jam pemakaian. Kuota bonus (yang biasanya lebih besar dari kuota utama) diberikan di jam yang tidak masuk akal dan memungkinkan untuk mengakses internet

Hilangnya Etika dan Waktu Berkualitas

Masing-masing dari kita kini telah memiliki ponsel pintar (smartphone). Bahkan pada beberapa orang memiliki ponsel lebih dari satu. Beragam alasan orang dalam memiliki ponsel. Ada yang berpendapat ponsel untuk berkomunikasi dan juga membantu setiap urusan, terutama pekerjaan agar lebih mudah. Ponsel telah menjadi barang yang paling dekat dengan kehidupan manusia. Dimanapun dan kapanpun tampaknya ponsel selalu menemani setiap aktivitas. Saat makan siang, bekerja, atau bahkan ketika ke kamar mandi, beberapa orang senantiasa mengikutsertakan membawa ponselnya. Sah-sah saja memiliki sebuah ponsel. Bahkan hal tersebut merupakan sesuatu yang lumrah dan tidak aneh saat ini. Bahkan, bila seseorang tidak menggunakan ponsel, bisa jadi dianggap tertinggal dalam berbagai hal, terutama soal kecepatan informasi. Namun, yang perlu disadari, tidak 100% ponsel merupakan barang yang positif. Ponsel juga menyebabkan beberapa dampak negatif apabila digunakan secara tidak terkontrol. Ponsel merupakan al