Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Redmi 4A, Cocok Untuk Pekerjaan Ringan

Aplikasi apa di Android yg Anda perlukan dalam mendukung pekerjaan? Bila Anda bukanlah seorang programmer ataupun desain grafis, paling aplikasi anak kantoran macam Email, Office, dan sejenisnya. Aplikasi semacam itu tentunya tidak memerlukan ponsel dengan spesifikasi yang tinggi. Setidaknya dengan menggunakan Redmi 4A, saya secara pribadi merasa ponsel pintar ini sudah mumpuni digunakan untuk bekerja. Selama tiga hari terakhir, saya memang sengaja mengandalkan Redmi 4A sebagai daily driver yang mendukung saya untuk bekerja. Saya pun mengatur aplikasi penting macam Email dan layanan perpesanan (WhatsApp dan BBM) senantiasa mulai otomatis. Disamping itu, saya pun rutin menggunakan beberapa aplikasi cloud dan juga WPS Office untuk membuka dan terkadang meng-edit dokumen secara sederhana. Dan dalam menjalankan beragam aplikasi tersebut, saya tidak menemukan masalah yang berarti. Dalam tiga hari terakhir ini, saya belum menggunakan ponsel Redmi 4A ini untuk bermain game. Saya belum bisa

Kesan Pertama Redmi 4A : Bagus Sih, Tapi ...

Hari ini, saya menggunakan ponsel Xiaomi Redmi 4A. Varian termurah dari Xiaomi ini rencana mau saya gunakan sebagai daily driver selama bulan puasa. Saya menggunakan varian RAM 2 GB dengan memori internal sebesar 32 GB. Secara keseluruhan, ponsel ini masih cukup nyaman dipakai. Mungkin karena ponselnya masih baru. Untuk pertama kalinya menggunakan seperti biasa saya meng-instal beberapa aplikasi yang saya perlukan. Untuk sinkronisasi dengan akun Google serta Mi Cloud berjalan sebagaimana mestinya. Inilah salah satu keunggulan menggunakan ponsel Xiaomi, beragam setelan tak perlu diset dari awal, tinggal sinkronisasi dari akun yang sudah tersimpan. Kesan pertama menggunakannya untuk sosial media sudah lumayan gegas dan lancar. Kalau dicari kelemahan mungkin ada di build quality yang menggunakan bahan plastik dengan kesan ringkih dan terlalu ringan. Namun, bagi yang mencari ponsel terjangkau dengan konektivitas yang sudah 4G, mungkin layak menjadi salah satu pertimbangan. Untuk performa

Ponsel Blackberry dan WhatsApp

Semalam saya berdiskusi dengan seorang teman. Nah, teman saya ini masih menggunakan Blackberry Z10 sebagai daily driver. Saya agak terkejut dengan hal ini. Maklum ponsel Blackberry non Android agaknya sudah mulai ditinggalkan. Apalagi dukungan aplikasi untuk ponsel dengan OS BB 10 tersebut tidak sebanyak Android dan iOS.. Kebutuhan utama teman saya tersebut adalah ponsel untuk bekerja. Di awal tahun 2000an, alasan tersebut saya nilai masih cukup masuk akal. Dulu, sebelum kehadiran iPhone, Blackberry sukses menjadi ponsel pilihan para pebisnis dan pekerja. Kehadiran Blackberry Messenger (BBM) yang tak hanya menjadi aplikasi perpesanan biasa menjadi alasan utamanya. Dengan BBM, orang tak hanya dipermudah berkirim pesan, namun gambar serta berbagai file lainnya. Lebih efektif dibanding harus mengandalkan e-mail. Namun, ketika kembali ke saat sekarang, Blackberry sudah tidak seperkasa dulu. BBM sudah mulai kalah bersaing dengan WhatsApp. Ponsel Blackberry sekarang pun sudah mulai ditingg

Redmi Note 4 : Bukan Untuk yang Bosan MIUI

Xiaomi membosankan. Saya atau mungkin beberapa orang mengalami hal yang sama. Xiaomi memang salah satu produsen ponsel yang menurut saya cukup inovatif. Terutama karena dia menggunakan user interface (UI) sendiri yang berbeda dengan android kebanyakan bernama MIUI. Xiaomi pun rajin memberikan update MIUI pada ponsel-ponsel mereka, hingga penggunanya bisa memaksimalkan fitur andalan di UI tersebut. Namun belakangan saya mulai bosan dengan MIUI. Saya merasa menggunakan ponsel baru (Redmi Note 4) tidak se-excited seperti kala pertama mencoba Xiaomi. Ponsel Xiaomi pertama saya dulu Redmi 2, dan kala itu terkagum mencobanya. Ponsel Xiaomi berbeda dengan Android kebanyakan yang kala itu menggunakan UI bawaan dari Google. Namun setelah menggunakan empat ponsel Xiaomi, saya mengalami kebosanan. Bahkan kebosanan itu "menjalar" kala saya menggunakan UI yang mirip seperti Color OS milik Oppo. Tidak ada lagi perasaan kagum sebagaimana dulu saya pertama kali menggunakan Redmi 2. Untuk

USB On The Go

Pernah saya tulis jika akhir-akhir ini menghadapi kendala pada internal storage di ponsel. Seiring berjalannya waktu, ponsel saya yang kebetulan sering saya pakai untuk bekerja, memori internalnya sudah hampir mencapai 50%. Memang dimaklumi sih, ponsel ini hanya memiliki memori internal sebesar 16 GB dan tidak memiliki slot micro sd memberi sedikit masalah pada saya terkait media penyimpanan. Ditambah data-data aplikasi maka penyimpanan yang saya miliki tersisa kurang dari 7 GB. Pilihan awal mau tidak mau saya menggunakan cloud storage yang sedang populer. Cara ini praktis namun memiliki kelemahan dimana saya memerlukan kuota saat melakukan back-up, pun koneksi internet kita ketahui sendiri di Indonesia terkadang kurang stabil. Inilah alasan saya memilih salah satu cara penyimpanan data yang lain di USB Flash Drive (flashdisk). Sebelum memiliki ponsel pintar, saya sudah terbiasa menyimpan data dan dokumen di flash disk. Kebanyakan data saya adalah dokumen berupa .doc, .xls,  dan juga

Menjadikan Moto E3 Power Sebagai Daily Driver

Saya menulis ini karena beberapa orang terlihat meremehkan ponsel besutan Motorola yang kini diakuisisi Lenovo ini. Ponsel ini memang biasa saja. Bukan kategori ponsel flagship. Beberapa fitur kekinian seperti sensor sidik jari pun absen di ponsel ini. Demi mengejar harga (mungkin) ponsel ini tidak berbahan metal seperti ponsel kebanyakan saat ini. Ponsel Moto E3 Power masih mengandalkan casing plastik dengan baterai yang dapat dilepas. Jika Anda mengharapkan ponsel yang dapat digunakan untuk menjalankan aplikasi berat, maka ponsel ini bukan alternatif yang baik. Clockspeed prosesor yang hanya 1 Ghz menjadikannya kurang gegas dalam membuka aplikasi. Namun bila Anda membutuhkan ponsel untuk berbisnis, saya pikir ponsel ini sudah lebih dari cukup. Pertama, saya akan membahas aplikasi-aplikasi yang wajib ada pada ponsel daily driver untuk bisnis. Saya menerima dan berkirim email menggunakan ponsel ini. Email saya setting di aplikasi Gmail, pun tentu saja dengan akun Email Gmail saya. To

Menyerah dengan OS Tizen

Bila ditanya mengenai smartphone saat ini, maka kemungkinan akan mengerucut pada dua OS yang mendominasi yakni iOS milik Apple dan Android yang dimiliki oleh Google. Keduanya saling berbagi pangsa pasar ponsel pintar di dunia ini. Sebenarnya masih ada Windows Phone besutan Microsoft, namun nasibnya kini tidak jelas. Pun dengan OS yang dikembangkan oleh Samsung yang bernama Tizen. Sebelumnya saya telah mencoba keempat OS diatas. Saya menggunakan Android hingga versi 6.0, iOS 9, Windows Phone 8.0, dan Tizen 2.0. Jadi opini saya dalam tulisan ini tentu saja berdasar pengalaman penggunaan. Untuk itulah saya menilai Android dan iOS yang masih bertahan, karena secara pribadi saya sudah menyerah menggunakan Windows Phone dan juga Tizen. Dukungan developer yang terbatas, menyebabkan aplikasi yang dihadirkan tak sebanyak Android dan iOS menjadi alasan utama saya enggan kembali menggunakan ponsel ber-OS Windows Phone dan Tizen. Kini Samsung berencana kembali mengeluarkan ponsel baru ber-OS Tiz

Ponsel Dual SIM

Ponsel di luar negeri kebanyakan didesain untuk penggunaan satu kartu (single sim). Saya tidak pernah ke luar negeri, namun cukup unik jikalau hal tersebut ternyata benar. Karena di Indonesia ternyata lumayan populer ponsel dengan fitur dua kartu (dual sim). Ini yang saya anggap unik, antara pengguna ponsel di Indonesia dengan di luar negeri kenapa karakternya berbeda? Sudah bukan rahasia jika rata-rata orang Indonesia mempunyai lebih dari satu nomor ponsel. Masing-masing mungkin memiliki keperluan dan fungsi tersendiri. Yang jelas, untuk di Indonesia penggunaan ponsel dual SIM menjadi populer. Jika kembali ke 5-10 tahun yang lalu, mungkin kita menemukan alasan maraknya penggunaan dual sim pada ponsel. Di era tersebut persaingan antar operator telekomunikasi begitu ketat. Tarif menelepon dan SMS (yang kala itu menjadi trend), begitu mahal jika berlaku antar operator, namun hemat jika berlaku ke sesama. Karena alasan inilah maka banyak yang memutuskan menggunakan kartu sim lain untuk

Fingerprint Sensor

Saya bukan fans ponsel dengan fingerprint sensor (sensor sidik jari) yang mulai ngetrend belakangan ini, namun saya juga mengakui bahwa kehadiran pemindai sidik jari ini merupakan salah satu cara memastikan keamanan ponsel pintar yang kita gunakan. Untuk ponsel dengan fitur ini, saya sendiri sudah mencoba dua ponsel yang memiliki penempatan sensor sidik di tempat yang berbeda. Saya menggunakan ponsel Oppo F1S dengan sensor sidik jari di depan (tombol home) serta Xiaomi Redmi Note 4 yang sensor sidik jarinya ada di belakang (di bawah kamera). Mana yang lebih nyaman? Tentu saja jawabannya relatif, tergantung dari selera masing-masing pribadi. Dari segi kecepatan menurut saya sensor fingerprint  keduanya sama-sama cepat (tentu saja saya tidak memperhatikan detil, yang jelas dibawah 1 detik lah). Di beberapa penggunaan, tentu saja ada perbedaan antar sensor sidik jari di depan dan belakang. Sensor Sidik Jari di Depan Kelebihan utama penggunaan sensor di depan (tombol home) ada

Tiga Bulan Bersama Moto E3 Power : Ketahanan Baterai yang Luar Biasa

Jika ditanya apa pertimbangan saya dalam memilih ponsel? Maka saya akan menjawab salah satunya adalah baterai. Saya adalah salah satu orang yang tidak terlalu suka menggunakan powerbank kecuali dalam keadaan darurat. Namun seiring dengan perkembangan internet, ponsel pintar tergolong boros baterai. Meski relatif dibekali baterai yang besar, daya pada ponsel pintar jarang yang bisa tembus pemakaian seharian. Karena pertimbangan tersebut, saya memilih ponsel Moto E3 Power sebagai daily driver selama tiga bulan terakhir. Beberapa review memang tidak merekomendasikan ponsel ini sebagai daily drivee karena kecepatan prosesornya yang hanya 1 Ghz, namun secara umum saya tidak memiliki masalah berarti dalam menggunakan ponsel pintar besutan Motorola ini. Sebagai ponsel yang mengandalkan daya tahan baterai, aktivitas saya menggunakannya bisa bertahan paling tidak selama seharian. Saya belum pernah tembus selama dua hari, karena kebiasaan saya mengisi daya saat jelang tidur. Penggunaan ponsel

Earphone Berkabel

Ini masalah selera, Anda boleh saja tidak setuju dengan pendapat saya. Untuk saat ini, saya masih suka menggunakan earphone dan juga headphone berkabel. Meskipun ribet, saya masih menyukainya. Ada perasaan menikmati tersendiri menggunakan earphone berkabel yang sulit saya gambarkan. Saya bukannya belum mencoba earphone wireless. Saya memiliki earphone bluetooth merk LG yang nyaman, namun jarang saya gunakan. Alasan Utama : Baterai! Mungkin salah satu hal yang membuat saya tidak begitu menyukai earphone wireless adalah karena baterai. Earphone bluetooth memerlukan baterai tersendiri, berbeda dengan earphone kabel yang kapan saja "tinggal colok" apabila diperlukan. Karena alasan simple inilah, earphone berkabel lebih mudah saya bawa kemana saja. Tinggal dilipat rapi, masuk ke dalam tas, maka siap digunakan kapanpun tanpa berpikir soal daya tahan baterai. Namun berbeda dengan headphone berkabel, yang hanya saya gunakan ketika di rumah. Daya Tahan Baterai Ponsel Sudah bukan

Satu Minggu Bersama Oppo F1s

Seminggu ini ada ponsel baru (tapi lama) yang menemani keseharian saya. Dalam seminggu ini saya menggunakan Oppo F1s. Sebenarnya ini ponsel terhitung lama, keluar di pasaran akhir tahun 2016 lalu, namun baru sekarang saya berkesempatan menggunakannya. Oh ya sebelum melanjutkan, ini bukanlah review. Saya bukan reviewer ponsel, dan bahkan berencana menggunakan ponsel yang saya punya dalam jangka waktu yang lama. Karena alasan ingin menggunakan dalam jangka waktu lama itulah saya lumayan selektif dalam memilih ponsel. Keunggulan Oppo F1s Hal pertama yang jadi sorotan,  ponsel ini harganya turun lumayan daripada saat pertama keluar di pasaran. Saya mendapatkan ponsel ini di toko resmi dengan spesifikasi RAM 3GB dan ROM 32GB dengan harga 3,5 juta. Jika Anda membeli di toko ponsel biasa, mungkin malah bisa dapat harga hingga 3,2 juta. Saya menggunakan ponsel ini untuk urusan pekerjaan. Setidaknya ada beberapa aplikasi chatting serta sosial media yang saya instal di ponsel ini. Sejauh ini

Milis Terganti Oleh WhatsApp Group

Sejak tahun 2004, ketika kuliah, saya suka sekali bergabung dengan Milis (Mailing List). Oh ya, milis adalah sebuah grup email, dimana ketika kita mengirim email ke grup tersebut, semua anggota milis akan menerima email tersebut. Ada beberapa tema milis yang dapat diikuti sesuai dengan kemauan. Dulu, mungkin ada puluhan milis yang saya ikuti dengan berbagai tema. Kini, popularitas milis telah mulai meredup. Saya sendiri hanya bergabung di dua milis untuk saat ini. Dan keduanya pun sudah mulai jarang aktif. Tak seperti dulu yang mungkin tiap minggunya menghasilkan ratusan email. Sekarang, belum tentu ada email dalam sebulan. Meredupnya popularitas milis tak terlepas dengan makin populernya fitur grup di aplikasi chatting, salah satunya WhatsApp Group. Untuk saat ini, orang lebih banyak menghabiskan waktu dengan ponsel pintarnya untuk berkirim pesan melalui aplikasi chatting. Karena alasan itulah dan fleksibilitas, orang lebih menyukai grup WhatsApp. Kapanpun dan dimanapun bisa saling