Kebebasan dalam Berekspresi di Internet
Sumber Gambar : healthimpactnews.com |
Media sosial, sesuai namanya merupakan situs yang digunakan untuk saling berinteraksi secara sosial dengan satu maupun banyak orang. Media sosial di internet merupakan "dunia" yang sangat bebas. Semua orang berhak menulis apa saja, berkait dengan pemikirannya. Media sosial saat ini juga memungkinkan orang untuk memilih dan "menyaring" dengan siapa dia berbagi dan informasi apa saja yang harus dia bagi dengan akunnya.
Sudah banyak tentunya kita ketahui, akhir-akhir ini, banyak kasus hukum yang menimpa pengguna media sosial. Hampir semua akun media sosial, memiliki kasusnya sendiri di Indonesia. Ambil contoh kasus @kemalsept vs Walikota Bandung di Twitter, Ridwan Kamil, kasus edit foto penghinaan Capres yang dilakukan oleh seorang Tukang Sate di Facebook serta kasus penghinaan Kota Jogja yang ada di Path. Ketiganya memiliki satu persamaan, yakni postingan yang diunggah, melukai pihak lain yang akhirnya membawanya ke ranah hukum.
Kebebasan berekspresi, dimanapun baik di jalanan maupun di ranah dunia maya (internet) diikuti pula dengan sikap kedewasaan. Memang, kebebasan menyampaikan pendapat, menulis apa yang kita pikirkan dijamin oleh undang-undang, namun tetap saja, di ruang publik, kita harus bisa menempatkan serta memberi batasan tersendiri mana yang selayaknya dibagi dan mana yang tidak.
Kebebasan yang ada di Internet bukanlah kebebasan dari tangan hukum. Kebebasan di Internet bukanlah kebebasan yang memperbolehkan kita berbuat seenaknya, menghina dan melecehkan orang lain. Kebebasan dalam menggunakan internet, seperti halnya dalam pergaulan, memiliki koridor yang harus dipatuhi oleh setiap pengguna.
Hargai Orang Lain
Salah satu fungsi media sosial adalah untuk saling berinteraksi, bertukar pikiran antara satu dengan yang lain. Sama halnya dengan diskusi, berinteraksi di media sosial juga kadang muncul gesekan, beda pendapat dan lain sebagainya. DI Twitter contohnya, muncul istilah twitwar dimana antara pengguna satu dengan yang lain saling berdebat dan mempertahankan pendapatnya sesuai dengan tema tertentu. Twitwar dan debat di ranah maya ini tentunya tidak diharapkan. Bahkan di satu sisi, adanya diskusi dan debat terbuka ini bisa jadi media informasi dan pembelajaran bagi pengguna media sosial. Namun, tentu saja, debat ataupun twitwar tersebut, hendaknya dijauhkan dari unsur pelecehan dan fitnah. Menghargai pendapat orang merupakan hal terpokok yang harus dilakukan. Tidak semua pendapat satu dengan lain orang sama. Perbedaan pendapat tersebut haruslah dibarengi dengan kedewasaan dalam berargumentasi. Kasus @kemalsept vs Ridwan Kamil misalnya, terjadi hingga sampai ke ranah hukum adalah karena salah satu pihak merasa dilecehkan dan tidak dihargai. Menyampaikan pendapat boleh, dan itu adalah hak bagi setiap orang. Namun, penyampaian pendapat haruslah dengan cara yang tepat, dan tanpa unsur hinaan dan pelecehan.
Tahu Batasan dan Privasi
Media sosial "Path" merupakan jejaring sosial terbilang masih baru dibanding Facebook ataupun Twitter. Path memiliki keunikan, yakni setiap postingan yang dibagi di media sosial ini hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang berada di dalam jaringannya. Memang, satu akun bisa membuat semacam "tembusan" ke akun media sosial lainnya seperti Twitter. Karena di desain secara privasi, maka pengguna Path bisa menjadi diri sendiri dalam mengungkapkan pemikirannya di situs jejaring sosial tersebut. Asumsi awalnya adalah, jaringan kita di Path adalah orang-orang yang memang kita kenal dan tahu karakter kita. Berbeda dengan Twitter yang cenderung lebih "bebas" dilihat oleh orang lain, jika kita tidak mengatur privasinya. Meskipun menjadi media sosial yang lebih privat, bukan berarti tidak ditemukan masalah. Setidaknya ada dua kasus yang menyita perhatian publik terkait dengan akun media sosial yang satu ini. Tentu kita masih ingat kasus beredarnya postingan seseorang yang marah-marah ketika enggan berbagi kursi dengan ibu hamil di kereta. Atau kasus marah-marahnya seorang mahasiswi S2 dengan sebuah kota. Dua kasus tersebut membuktikan, meskipun Path merupakan akun media yang lebih pribadi, tidak menjadikan orang lebih bebas berbuat seenaknya. Kedua kasus tersebut terjadi, karena meskipun postingan hanya dibagikan ke orang tertentu, individu yang mampu membacanya masih bisa melakukan screenshot dan membagikannya ke media sosial yang lebih bebas seperti Twitter. Tetap saja, kita haruslah berhati-hati dalam membuat sebuah postingan dimanapun. Berpikir dua tiga kali sebelum mengklik OK itu lebih baik, dan sebaiknya gunakan jalur pribadi seperti messaging, SMS, inbox maupun private message jika dirasa akan melakukan pembicaraan yang bersifat pribadi.
Jadilah "Dewasa"
Pernah ada sebuah kasus, Direktur CIA, David Petraeus berselingkuh dengan seorang perempuan yang bekerja sebagai penulis. Akibat dari terbongkarnya kasus ini, tidak sepele, David Petraeus terpaksa mundur sebagai Direktur CIA. Saat berselingkuh, keduanya menggunakan media E-mail. Dengan media apapun, berselingkuh adalah hal yang salah. Pihak terkait memiliki wewenang untuk membuka apa yang kita bagi di internet. Maka dari itu, internet bukanlah media yang aman 100% dari penyadapan, maupun hal-hal yang mengganggu privasi. Ketelitian dan kedewasaan kita dalam menggunakannya lah yang menentukan. Jangan mengupload ataupun berbagi hal-hal konyol yang tidak patut untuk diketahui publik. Kita juga bisa belajar dari kasus pelanggaran privasi saat akun icloud artis-artis Hollywood berhasil diretas dan foto-foto tidak seronok mereka dibagikan ke internet. Dewasa dalam menggunakan media sosial dan internet. Jika bukan kita yang menghargai diri sendiri, siapa lagi?
Referensi :
www.bbc.co.uk
internetsehat.id
politwika.com
tempo.co
Komentar