Media Sosial dan Rasa Percaya Diri
Media sosial perlahan mulai menjadi sebuah gaya
hidup masyarakat saat ini. Perkembangan internet yang telah menyentuh beragam
lapisan serta aspek kehidupan menjadikan media sosial tak hanya menjadi sebuah
rutinitas namun juga kebutuhan serta gaya hidup. Apalagi dengan kemudahan akses
internet saat ini, orang tak lagi bergantung pada koneksi melalui komputer,
cukup simpel dengan ponsel pintar (smartphone). Kemudahan tersebut,
menjadikan pengguna media sosial makin “gatal” dan kecanduan dalam meng-update
akun media sosial. Rata-rata pengguna ponsel pintar menggunakannya untuk update
status mereka, dari mulai yang jarang hingga setiap saat senantiasa
berbagi.
Media sosial memudahkan manusia untuk
senantiasa berbagi. Sebagai makhluk sosial, sudah selayaknya media sosial
menjadi sarana yang menyenangkan untuk saling berbagi pada satu sama lain. Dan
sudah bukan rahasia lagi, media sosial telah meningkatkan rasa percaya diri
penggunanya. Dengan menggunakan akun media sosial, entah kenapa seseorang jadi
lebih percaya diri dalam meng-explore diri mereka. Lihat saja, sudah
banyak terbukti beragam orang yang terkenal berkat media sosial, seperti
Youtube, Instagram, dan lain sebagainya. Seolah mereka lebih percaya diri dalam
menunjukkan diri serta kemampuan mereka.
Memilih Menjadi Anonim
Selalu ada sisi negatif dalam semua hal. Tak
terkecuali media sosial. Karena sifatnya yang terbuka, menjadikan media sosial
dapat dengan mudah digunakan oleh siapa saja. Hanya saja beberapa orang memilih
untuk hanya dikenal di media sosial saja, bukan di dunia nyata. Orang
menyebutnya anonim. Kaum anonim ini lebih percaya diri dengan menyembunyikan
identitas mereka. Kaum anonim ini merasa mereka lebih bebas saat menyembunyikan
status ataupun identitas mereka. Kaum anonim ini akan merasa bebas dalam
meluapkan pemikirannya. Namun, terkadang kebebasan ini jadi bersifat
kebablasan.
Kebalasan ini terkadang merugikan orang
lain, bahkan mungkin masuk ke ranah hukum. Media sosial memang sebuah media
dalam mengaktualisasikan diri, namun layaknya sebuah interaksi di masyarakat
sosial, tentu saja media sosial harusnya memiliki semacam rambu-rambu ataupun
batasan agar tidak mengarah ke hal negatif. Beragam hal negatif terjadi karena
antara pengguna media sosial dengan yang lainnya tidak ada rasa saling
menghargai, dan seolah semuanya bebas dalam menggunakannya.
Media sosial bagaimanapun juga menciptakan
sebuah komunitas tersendiri. Dengan demikian, interaksi di dalamnya juga
berdasarkan etika sosial. Memang rasa percaya diri bisa meninngkat saat
menggunakan media sosial, dan alangkah baiknya rasa percaya diri ini digunakan
untuk hal yang positif.
Kepercayaan diri di media sosial pun kerap
disalahartikan dengan “membohongi”. Dengan kemudahan yang ditawarkan, orang bisa
menjadi pribadi yang berbeda. Misalnya saja menjadi anonim, ataupun mungkin
menjadi orang yang sama sekali berbeda. Editing foto serta kemudahan copy-paste
telah menjadikan kebebasan media sosial ini kerap disalahgunakan. Tak hanya
untuk berbagi, namun bisa menjurus ke hal-hal yang kadang malah bersifat
negatif. Bukan kesalahan media sosial, namun tentu saja semua bergantung pada
individu yang menggunakannya.
Komentar