Tantangan Kebebasan Online
Dunia
digital dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat
ini telah memacu kreativitas beragam pihak. Tak hanya bersifat
positif namun juga negatif. Kehidupan online
masih dijamin kebebasannya. Setiap harinya, beragam orang hilir mudik
di internet pun media sosial dalam memanfaatkannya. Baik sekedar
browsing ataupun berbagi melalui media sosial.
Internet
merupakan sebuah penemuan yang cukup "revolusioner".
Penemuan internet bahkan makin mengubah gaya hidup banyak orang.
Internet telah memudahkan banyak aktivitas. Bahkan kini terintegrasi
dengan banyak perangkat.
Dibalik
kemudahan yang ditawarkan oleh penggunaan internet, ada pula fungsi
untuk berinteraksi. Internet telah menjadi sarana untuk berbagi.
Kemajuan media sosial pun makin pesat. Media sosial di internet telah
menjadi rutinitas dan bagian dari hidup seseorang. Dengan media
sosial, kini tak hanya interaksi di dunia nyata saja yang terjadi.
Konten
yang dibagikan melalui media sosial, blog, serta website di internet
sangat beragam. Di satu sisi, kita bisa lebih mudah menikmati beragam
konten positif atau bahkan edukatif memberikan banyak hal. Namun tak
jarang konten negatif lah yang dominan dinikmati. Misalnya saja
konten yang berisi kekerasan, pornografi dan lain sebagainya.
Pengguna
internet sulit untuk dibedakan dan dibatasi. Internet kini telah
menjadi konsumsi banyak pihak. Dari dewasa bahkan anak-anak.
Memfilter konten untuk dikonsumsi sesuai umur bukanlah hal yang
mudah. Perlu peran serta banyak pihak mewujudkannya.
Pemerintah
sebenarnya telah ikut campur tangan dalam mengendalikan peredaran
konten di internet. Misalnya saja dengan memblokir konten-konten
negatif di atas. Namun pemblokiran ini dirasa masih kurang efektif
dan juga beberapa "salah sasaran".
Belum
lama ini, sedang trend pemblokiran mengenai situs yang dianggap
"radikal" serta prostitusi online. Ada dualisme hal yang
berbeda bila kita telaah dua masalah ini. Menkominfo begitu mudah
saat beberapa waktu lalu melakukan pemblokiran website-website islam
yang dianggap radikal. Pemblokiran bahkan dilakukan secara tiba-tiba
tanpa pemberitahuan pada yang terkait. Meskipun kini pemblokiran itu
telah dibuka kembali, namun beberapa situs tersebut sempat diblokir
selama beberapa hari.
Hal
berbeda seolah berbeda ketika menangani "prostitusi online".
Akun-akun media sosial yang menawarkan jasa prostitusi seolah tak
teraba oleh pemerintah. Hal tersebut diakui cukup sulit. Seperti kita
ketahui beberapa media sosial telah membuka kantor di Indonesia.
Misalnya saja Facebook, Google dan Twitter. Menurut pendapat saya
pemerintah hendaknya bekerjasama dengan media sosial tersebut dalam
mengendalikan konten negatif yang dibagikan. Meski banyak cara untuk
"mengakali" setidaknya ada niatan serius.
Kebebasan
berpendapat dan membuat konten internet handaknya dijalankan dengan
penuh tanggung jawab. Berpikir dua kali sebelum membuat sesuatu yang
dibagikan pada publik melalui internet mutlak harus dilakukan.
Komentar