Melihat Strategi Pemasaran Xiaomi
Xiaomi merupakan produsen ponsel ternama yang berasal dari Tiongkok. Ponsel ini memiliki ciri khas yang cukup unik, yakni menciptakan ponsel yang cukup canggih secara spesifikasi, namun memiliki harga yang terjangkau. Dibandingkan ponsel brand global lainnya seperti Samsung, Apple, dan lain sebagainya, Xiaomi memiliki harga yang lebih murah, dengan spesifikasi yang tidak terlalu jauh berbeda. Bagi yang melihat spesifikasi, tentunya lebih memilih untuk menggunakan ponsel ini ketimbang yang lain. Namun, berbeda dengan pengguna ponsel yang lebih percaya pada merk, tentunya ponsel Samsung, ataupun Apple lebih menggiurkan meskipun harganya lumayan mahal.
Bagaimana Xiaomi dapat menekan harga? Xiaomi memiliki strategi pemasaran yang unik. Xiaomi tidak mengeluarkan banyak uang untuk strategi "marketing" mereka. Bahkan, mereka banyak berfokus pada penjualan online, hingga sedikit mengurangi biaya untuk membuka toko fisik, dan lain sebagainya. Dengan strategi tersebut, maka mereka dapat menghemat biaya dan berakibat pada lebih terjangkaunya ponsel yang mereka buat. Apakah strategi ini berhasil? Beberapa waktu lalu, jawabannya IYA. Namun belakangan, kegemilangan Xiaomi seolah kalah dengan brand Tiongkok lainnya.
Strategi di Indonesia
Jika tidak salah ingat, hampir dua tahun sudah Xiaomi masuk ke Indonesia. Berbeda dengan negara lain, Xiaomi sedikit mengubah strategi marketing mereka disini. Xiaomi tidak hanya fokus menjual melalui online. Mereka juga memasarkan produknya bekerjasama dengan berbagai gerai secara offline. Hal ini cukup dimaklumi, karena Indonesia, masih belum cukup dewasa untuk memaksimalkan pasar online.
Namun, bila Anda memperhatikan, penjualan Xiaomi di Indonesia (secara resmi) tidak sebanyak brang-brand global lainnya. Kenapa saya memberi tanda kurung pada frasa secara resmi? Karena ponsel Xiaomi yang beredar di Indonesia tidak semua masuk secara resmi. Bebebrapa masuk kategori black market dan hanya memiliki garansi distributor. Dari sekian banyak ponsel Xiaomi yang ada, mungkin hanya beberapa yang masuk ke Indonesia. Itupun penuh dengan penyesuaian, misalnya tidak bisa digunakan untuk 4G LTE.
Pemerintah telah memberikan aturan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) pada ponsel yang beredar di Indonesia. Dengan aturan ini, mewajibkan semua produsen ponsel (termasuk Xiaomi) harus memiliki kandungan lokal dalam prosentase tertentu untuk diperbolehkan mempergunakan jaringan 4G LTE. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri.
Xiaomi, yang terkenal dengan memangkas banyak biaya marketingnya mau tidak mau terkena dampak kebijakan ini. Beberapa ponsel andalan mereka tidak bisa secara resmi beredar di Indonesia. Yang secara resmi beredar di Indonesia malah menurunkan koneksi jaringannya hanya sebatas 3G, karena belum memenuhi kandungan TKDN. Kalaupun bisa digunakan untuk jaringan 4G konsumen harus "mengakali" sehingga terkesan merepotkan. Karena faktor inilah banyak ponsel 4G mereka yang beredar tidak melalui jalur resmi, akan tetapi melalui jalur black market (distributor).
Masyarakat Indonesia ini cukup unik. Mereka mudah sekali "termakan" dengan iklan. Pun saat memilih ponsel, iklan yang cukup masif menghiasi layar kaca dan media sosial ikut menjadi pertimbangan mereka dalam membeli. Kita lihat saja bagaimana kedigdayaan Samsung dan sekarang Oppo menjadi ponsel yang laris manis ketika iklan mereka ada dimana-mana. Ponsel yang mereka jual memang relatif mahal, seiring dengan cara jor-joran mereka berpromosi, namun ini justru berbanding lurus dengan jumlah penjualan mereka.
Bagaimana dengan Xiaomi? Saya agak pesimis bila mereka masih kekeuh dengan strategi pemasaran seperti ini. Harga yang mereka tawarkan mungkin memang menggiurkan, namun yang mengetahuinya hanya beberapa orang. Bagi yang lainnya, tetap saja mereka perlu adanya "edukasi", apa itu ponsel Xiaomi. Minimal, Xiaomi bisa memenuhi aturan TKDN, sehingga dapat memasarkan ponsel 4G mereka. Saya pengguna Xiaomi, dan saya mengakui bahwa ponsel mereka sangat bagus, dan sayang sekali jika mereka "tidak laku" di Indonesia.
Komentar