WhatsApp Grup yang Mulai Mainstream
Grup di aplikasi perpesanan (chatting) mulai menjadi populer saat ini. Setidaknya bagi saya lah. Banyak sekali grup yang ada. Biasanya menggunakan aplikasi populer seperti WhatsApp. Grup ini coba dimaksimalkan karena patut disadari menggunakan aplikasi perpesanan saat ini memang sudah menjadi aktivitas keseharian.
Pun dengan saya, yang memiliki beberapa WhatsApp Grup (dan juga Telegram). Bahkan salah satu grup saya sendiri yang membuatnya. Adanya grup tersebut merupakan imbas semakin populernya penggunaan teknologi. Dulu kita mengenal Milis, semacam grup melalui media email. Kemudian ngetrend situr forum, semisal Kaskus. Kini, WhatsApp grup juga menjadi hal yang mainstream meneruskan tongkat estafet kepopuleran.
Bermacam-macam jenis dan pokok bahasan grup. Dari hanya mempertemukan alumni sebuah sekolah, teman sepermainan, atau teman se-ideologi. Saya tidak becanda, ada grup yang isinya pembahasan pemikiran ataupun ideologi. Jika bagi saya, apabila tidak terkait dengan pekerjaan saya lebih memilih membisukan (mute) semua grup tersebut. Aktivitas saya tidak ingin terganggu dengan beragam bunyi notifikasi tulisan member grup lain yang kadang tidak begitu berguna. Apakah saya pasif di grup-grup tersebut? Tidak, saya tetap meluangkan waktu setidaknya sehari sekali untuk berdiskusi dan sekedar menyapa anggota grup, diluar kesibukan. Ini masalah selera ya, saya tidak menyalahkan Anda yang ingin tetap menyalakan notifikasi grup agar kekinian dan up to date.
Pernahkah ada konflik dalam sebuah grup? Pasti ada. Sebagai sebuah hubungan, pasti tentunya ada perbedaan pendapat. Karena dalam sebuah kelompok yang sama, bukan berarti pemikiran setiap orang di dalamnya pun sama. Bagaimana mengatasinya? Cara paling ekstrim mungkin dengan dengan left grup. Tapi bila pembahasannya perasaan tidak enak memutus tali silaturahim, maka tentu membisukan (mute) jadi solusi. Sekali lagi ini masalah selera.
Komentar