Teknologi Itu Mahal
Perkembangan teknologi
akhir-akhir ini berjalan sangat cepat. Saya bukan kaum konservatif yang tidak
setuju dengan teknologi. Namun, terkadang perkembangan teknologi terlalu
berlebihan jika hendak diikuti.
Bagaimana tidak, saya begitu
terbantu dengan hadirnya banyak fungsi teknologi yang begitu memudahkan setiap
pekerjaan. Namun, perkembangan teknologi berjalan kian cepat. Telepon pintar (smartphone)
misalnya, setiap brand senantiasa saling berlomba menghasilkan gadget
yang diklaim menuruti kebutuhan konsumennya. Kata kebutuhan sengaja saya
garis bawahi.
Saya membeli ponsel Nokia
Lumia 530 di akhir tahun lalu. Ya, baru sekitar 6 bulan ponsel ini saya pakai
selain media komunikasi juga saya gunakan untuk browsing dan menulis beberapa
artikel untuk blog dan tentu saja bekerja. Saya begitu terbantu memiliki ponsel
ini.
Meski baru 6 bulan saya pakai
dan merasa begitu terbantu dengan memiliki smartphone, namun selalu saja ponsel
yang dimiliki terasa tertinggal. Di satu merk saja misalnya Nokia (Microsoft
Mobile) setidaknya sudah ada 3 smartphone baru telah hadir menggantikannya.
Selaku produsen pun mereka mengklaim bahwa ponsel yang baru hadir
menyempurnakan ponsel edisi sebelumnya.
Bayangkan bila saya menuruti
setiap perkembangan ini. Jutaan rupiah akan melayang begitu saja. Para produsen
ponsel saya rasa terlalu cepat dalam mengeluarkan produk baru. Ada beberapa
faktor yang menurut saya menjadikan setiap penjualan ponsel di Indonesia laku
bak kacang goreng.
Persaingan Antar Produsen
Ponsel
Berapa jumlah brand
ponsel yang beredar di Indonesia? Saya yakin Anda akan kesulitan menjawabnya.
Beragam merk bersliweran membuat bingun. Dari merk global hingga lokal saling
bersaing merebut hari konsumen.
Trend pun berubah, jika dulu
ponsel merk lokal ataupun dari Tiongkok dipandang sebelah mata. Kini mereka
memiliki penggemar tersendiri. Jika diteliti, hampir setiap bulan ada saja
ponsel baru yang dilempar ke pasaran.
Gaya Hidup Digital dan Media
Sosial
Ponsel yang laku, terkait
erat dengan gaya hidup digital saat ini. Selain itu, Indonesia merupakan negara
yang "cerewet" di media sosial. Ponsel yang utama sekarang digunakan
untuk menjelajah internet, utamanya media sosial.
Kebutuhan yang
"Didesain"
Fitur-fitur smartphone saat
ini didesain untuk menuruti kebutuhan konsumen. Namun, pertanyaannya adalah
apakah konsumen tersebut sebenarnya memang butuh? Saya ambil contoh media
penyimpanan data. Orang sebelumnya berpikir menyimpan file di kartu memori
ataupun cloud. Saat ini, ponsel mengakomodir penggunaan USB OTG.
Produsen ponsel menciptakan sebuah kebutuhan baru konsumen. Kebutuhan untuk
lebih cepat dalam bekerja.
Sebuah Gengsi
Ponsel kini tak sekedar
menawarkan fungsi, namun juga gengsi pada sang pemilik. Ponsel menjadi ukuran
status sosial sang pemilik. Itulah sebabnya ponsel dengan spesifikasi yang bisa
dibilang tidak istimewa bisa berharga mahal ketika diluncurkan oleh brand
prestise macam Samsung dan Apple.
Kita perlu segera mengerem
dan mengendalikan semua ini. Teknologi akan sangat mahal bila setiap yang
keluar tersebut dituruti. Membeli ponsel alangkah baiknya kembali pada fungsi.
Toh kemampuan ponsel saat ini sebenarnya sudah cukup mengakomodir kebutuhan
yang kita perlukan. Bukan kebutuhan yang didesain oleh sang produsen ponsel
yang ingin barang dagangannya laku.
Komentar