Karena Smartphone Tak Sekedar Ponsel
Ketika masih SMP, saya memiliki hobi cukup unik yang sayangnya tak patut untuk ditiru. Saya punya kegemaran untuk "iseng" mengerjai teman-teman yang punya telepon rumah. Bermodal uang recehan, saya memggunakan telepon umum yang kebetulan terletak tak jauh dari sekolah untuk menelepon teman sekedar mengganggu tidur siangnya.
Ketika itu, pemilik telepon rumah di sebuah kota bisa dihitung dengan jari. Ya, waktu itu akhir tahun 90an, pemilik telepon rumah tak hanya menentukan kebutuhan komunikasi semata, namun juga menunjukkan status strata sosial.
Kini pun sama, pemilik telepon rumah juga bisa dihitung dengan jari. Namun, bukan karena hanya yang mampu yang memilikinya, namun lebih karena kalah pada penetrasi telepon seluler (ponsel). Telepon rumah kali ini lebih sebagai sarana pendukung sebuah bisnis. Seakan dengan alasan keterbatasan mobilitas menjadi sebuah alasan semakin tergesernya peran telepon rumah.
Menurut pengamatan saya, penetrasi telepon seluler dimulai dari awal tahun 2000-an. Saya kala itu masih pelajar, kadang merasa iri dengan teman-teman yang sudah lebih dulu memiliki ponsel. Harga ponsel yang mahal seolah menggantikan peran telepon rumah yang tak lagi menjadi ukuran strata status sosial. Tarif kala itu pun masih tergolong mahal. Hendak menelepon dengan ponsel perlu berpikir berulang kali mengingat tarif yang mahal padahal pemilik ponsel juga masih tergolong jarang.
Kebutuhan telekomunikasi semakin berkembang. Dulu mungkin telepon ataupun SMS merupakan sebuah "senjata" ampuh untuk komunikasi jarak jauh. Jalur telekomunikasi yang cepat telah mengubah kehidupan.
Kini, ponsel pun menjadi pintar. Ponsel tak lagi hanya mengandalkan fitur telekomunikasi macam telepon dan SMS. Lebih dari itu, ponsel pintar (smartphone) telah menjelma menjadi sebuah peralatan yang tak hanya pintar, namun juga menjadikan penggunanya menjadi kecanduan.
Sekarang mungkin ponsel tak lagi menjadi ukuran strata status sosial. Memang, beberapa orang masih menganggap demikian, hingga muncul stigma bahwa orang kaya menggunakan ponsel high end. Tapi tak hanya strata sosial seperti itu semata, ponsel pintar kini lebih dibutuhkan pada fungsi dan kemampuannya.
Memang benar jika ada yang mengatakan bahwa ponsel high end terbilang komplit menyediakan seabreg fitur yang dibutuhkan penggunanya. Hanya saja, bagi orang yang memiliki dana pas-pasan, nampaknya juga tidak menjadi sebuah kendala.
"Kepintaran" sebuah ponsel sebenarnya terletak pada penggunanya. Dalam hal ini, pengguna sebenarnya tahu apa yang dibutuhkan. Hal ini, menjadikannya kreatif untuk mencari spesifikasi ponsel yang cocok. Misalnya saja bagi saya yang menggunakannya untuk keperluan ringan semacam sosial media, chatting, serta sesekali mengedit dokumen merasa ponsel dengan kemampuan quad core + RAM 1GB sudah cukup. Dan hal ini tidak sama dengan orang lain.
Lebih dari itu semua, ponsel telah menjadi candu bagi sebagian besar orang. Ponsel telah menjadi sebuah kebutuhan. Ponsel tak lagi hanya menjadi alat komunikasi seperti jaman dulu semata. Bahkan disadari kini kebutuhan internet lebih besar ketimbang telepon dan SMS. Ponsel telah berevolusi menjadi sahabat terbaik penggunanya. Apalagi bagi pengguna yang pintar untuk memaksimalkannya.
Komentar