Media Sosial Sebagai Sebuah Kekuatan

Akhir-akhir ini, Indonesia disibukkan dengan situasi politik yang memanas. Bermula dari pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, seolah "dibalas" dengan penetapan status Bambang Widjojanto yang saat ini menjadi salah satu pimpinan KPK oleh Mabes Polri. Kedua institusi, Polri dan KPK seolah saling bergesekan. Memanasnya hubungan dua institusi penegak hukum ini pun menjadi perhatian publik.
Selain menyatakan dukungan secara langsung, di media sosial, seperti Twitter, ramai-ramai masyarakat menyuarakan aspirasinya. Kebanyakan dari mereka ingin tahu sikap dan kejelasan Presiden dalam memecahkan masalah ini. Tagar #SaveKPK menghiasi timeline selama beberapa hari terakhir. Beberapa kalangan yang konon mendukung Joko Widodo kala Pilpres pun tak ketinggalan menagih janji sang Presiden saat kampanye. Bahkan suara-suara publik makin kuat dikala sang menteri Polhukam Bapak Tedjo Edhi Purdjianto mengatakan bahwa pendukung KPK adalah rakyat yang tidak jelas.
Indonesia merupakan negeri yang dijamin kebebasannya dalam berpendapat. Masyarakat, dibebaskan dalam menyatakan pendapatnya. Hal ini lebih mudah kala media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi sarana untuk mengakomodir hal tersebut. Dan karena masyarakat kita banyak yang tidak bisa lepas dari gadget, penyampaian pendapat ini menimbulkan kekuatan yang dahsyat.
Kita tentunya masih ingat kala jaman orde baru, bagaimana sarana dan fasilitas menyatakan pendapat begitu terbatas. Orang bahkan tidak berani "macam-macam" dengan penguasa. Di beberapa negara, bahkan menyatakan pendapat melalui internet sangat dibatasi. Tak jarang blogger, atau siapapun yang mengkritik pemerintah akan menghadapi ancaman pidana. Beruntung Indonesia saat ini tidaklah seperti itu. Kita cukup beruntung karena undang-undang pun menjamin kebebasan berpendapat kita sebagai hak asasi.
Untuk urusan dikritik, negeri ini memiliki pemerintah yang kuat. Sejak berkembangnya penggunaan Twitter, menteri, bahkan Presiden sering kali di-bully. Namun, tampaknya mereka cukup kuat dalam menghadapinya. Presiden SBY ketika menjabat, seringkali menghadapi kritikan pedas dari masyarakat pun lawan-lawan politiknya, namun sejauh yang saya tahu, belum ada yang dipidanakan seperti di negara lain. Hal ini patut diapresiasi, negara kita sangat demokratis dengan menghormati kebebasan berpendapat rakyatnya.
Namun, seyogianya pemerintah tidak abai pada fenomena gerakan di media sosial. Sudah pernah menjadi pelajaran saat rakyat suatu negara dipersatukan dengan media sosial menimbulkan kekuatan massa yang mampu menggulingkan suatu pemerintahan. Mesir dan Libya yang memiliki pemerintahan otoriter selama bertahun-tahun takluk saat rakyatnya bersatu padu dan berkoordinasi melalui media sosial.
Media sosial mampu menjadi sarana pemimpin lebih dekat dengan rakyatnya. Dengan media sosial ini, sebenarnya bisa saling berdiskusi, saling mendengarkan dan mencari solusi pemecahan masalah bersama-sama. Namun, sejauh amatan saya, pemimpin kita masih belum dapat memaksimalkannya. Pemerintah masih acap kali abai pada suara-suara masyarakat. Mereka aktif di media sosial hanya saat-saat tertentu saja, seperti ketika waktu kampanye. Bisa dikatakan, diluar waktu tersebut, akun mereka nyaris tidak bersuara. Masih untung jika ada admin yang aktif mengelola.
Memang, mengurus suatu negara itu penting dan bisa menyita waktu bahkan mungkin hingga 24 jam. Namun saran saya kepada pemimpin negeri ini, hendaklah mendengar apa yang disuarakan oleh rakyat. Mereka yang memilih pemimpinnya. Dan jangan diabaikan, karena kekuatan media sosial ini bisa begitu besar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Redmi 5 Plus di 2019

Langkah Memperbaiki Notifikasi Whatsapp Telat Masuk di Nokia 5.1 Plus

Internet, Dunia Baru untuk Berekspresi