Etika Bermedia Sosial Masih Belum Jadi Perhatian
Indonesia merupakan salah satu negara
yang gemar menggunakan media sosial. Internet telah menjadi bagian dari
kehidupan bangsa ini. Dengan ponselnya, masyarakat dimudahkan untuk mengakses
akun media sosialnya kapanpun dia mau. Apalagi, beberapa sampai menjadi
kecanduan, dan merasa tak lengkap rasanya bila tak mengakses akun media
sosialnya.
Media sosial merupakan bagian dari
berkembangnya penggunaan internet bagi kehidupan. Facebook, Twitter, serta
media sosial lainnya, mewarnai kehidupan bersosial. Sebagai makhluk sosial,
maklum rasanya situs-situs tersebut menjadi makin dekat penggunaannya.
Media sosial merupakan sarana berbagi
informasi. Setiap orang merupakan sumber informasi sendiri-sendiri. Saling
berbagi informasi yang diketahui menjadi nilai lebih sehingga linimasa media
sosial makin riuh dan informatif.
Pun selain itu, media sosial
berkembang menjadi sarana untuk berbagi perasaan. Tak kalah riuhnhya saat
saling berbagi informasi. Media sosial telah menjadi cara untuk curhat dan
meminta saran dari teman media sosial. Saling bertukar pikiran dan urun saran
menjadi sisi lain media sosial sebagai tempat "curhat".
"Bersosial" di
Internet
Media sosial bisa diibaratkan sebagai
masyarakat virtual. Disini, orang dengan keterwakilan akunnya saling
berinteraksi dan bersosial layaknya sebuah masyarakat. Pun sama dengan
kehidupan di masyarakat, pergaulan di media sosial juga memerlukan etika dalam
berinteraksi.
Dalam kehidupan bermediasosial,
adalah hal biasa dan bisa saja terjadi ketika terjadi beda pendapat. Sama
seperti kita bermasyarakat, hubungan di media sosial juga kerap terjadi gesekan
dan salah paham. Namanya juga masyarakat. Tulisan yang kita sampaikan di media
sosial kadang tidak dapat diterima orang lain.
Dan macam-macam ketika orang
menanggapi sebuah gesekan di media sosial. Karena tidak saling bertemu dan
bertatap muka, serta hanya berbekal tulisan, kadang membuat apa yang kita
sampaikan menjadi hal yang tidak terkontrol. Bahkan lebih parah ketika
berinteraksi di dunia nyata.
Gesekan, beda pendapat di media
sosial menjadi bahan debat. Persis seperti berdebat di dunia nyata, bahkan
lebih keras, terkadang tidak terkontrol, serta bisa berbahaya ketika didominasi
oleh emosi.
Emosi yang tidak terkontrol, serta
bebasnya penggunaan media sosial, bisa menjadi bumerang. Ketika menulis dan
menyampaikan pemikiran di media sosial, bila tak mampu mengontrol sebuah emosi,
bisa merendahkan serta menyakiti hati orang lain.
Tak jarang kata-kata kasar, kotor
terlontar ketika berinteraksi melalui media sosial. Ini menjadi pelik dan susah
untuk dihindari. Sudah banyak kasus kita temui, media sosial menjadi bumerang
hingga menjerat ke masalah hukum, maupun kontak fisik secara nyata. Hal yang
sebenarnya bisa dihindari bilamana emosi bisa terkontrol.
Bebasnya media sosial, ditambah
dengan arus informasi yang begitu besar, kadang menjebak tanpa disadari
terlontar sebuah fitnah. Informasi-informasi yang saling bebas dan senantiasa
membanjiri, kadang tanpa cek dan ricek, apakah informasi tersebut benar ataupun
tidak. Informasi memang dapat dibagi melalui media sosial, dan ini memang
tempatnya, hanya saja masih juga haruslah berhati-hati. Jangan sampai
menyebarkan informasi palsu, tidak jelas, ataupun bahkan fitnah.
Yang terpenting memang dalam
berkomunikasi melalui media sosial adalah perlu disadari jika ini masih
merupakan tempat publik. Siapapun, dan dari kalangan apapun, berhak
menyampaikan informasi, pendapat ataupun pemikirannya. Namun, tetap informasi
ataupun pendapat tersebut tak semestinya merugikan ataupun merugikan orang lain.
Penggunaan media sosial mensyaratkan
pemiliknya sudah dewasa. Hal ini dimungkinkan agar penggunanya bisa berpikir
berulangkali sebelum menyampaikan sesuatu, apakah pendapatnya bisa diterima
orang lain ataupun tidak.
Perlu diperhatikan setiap tindakan
kita di media sosial sebaiknya tak perlu dilandasi rasa emosional namun lebih
ke pikiran yang lebih dewasa. Dan yang terpenting, cek berulang kali apa yang
kita dapatkan. Informasi begitu deras mengalir, dan perlu bagi kita memastikan
kebenarannya sebelum membagi ataupun mengomentarinya. Karena sudah ada beberapa
yang terjebak lontaran fitnah, informasi palsu yang justru merugikan orang
lain. Tak hanya bully, kadang masalah hukum menanti ketika kita
berhati-hati menyampaikan sesuatu di media sosial.
Komentar