Tamu di Negeri Sendiri

Amerika Serikat (AS) memprotes aturan Kemenkominfo yang berencana akan memberlakukan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ponsel yang beredar di Indonesia menjadi sebesar 40%. Di satu sisi, ini menguntungkan masyarakat, dengan TKDN yang lebih besar, maka harga bisa ditekan, karena tidak sepenuhnya bergantung pada impor, dan juga akan membuka lapangan kerja dalam negeri, karena tentunya guna memenuhi TKDN tersebut, produsen ponsel mau tidak mau harus membuka pabrik di Indonesia.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini berimbas pada kesulitan produsen ponsel. Merk premium macam Apple tak lagi bisa menciptakan ponsel eksklusif. Belum lagi kemungkinan membanjirnya barang-batang ilegal (black marker) karena kebijakan ini.

Indonesia layak melakukan ini. Indonesia merupakan salah satu pasar tujuan ponsel yang favorit. Di Indonesia pula banyak pengguna sosial media yang mengakses akunnya mayoritas melalui ponsel.
Dan bila ditelaah lebih lanjut, sampai saat ini, Indonesia masih hanya pada taraf konsumtif dalam membeli ponsel. Mungkin beberapa orang berganti ponsel meski belum menggunakannya sampai dua tahun.

Beberapa brand ada yang sudah mulai membangun pabrik di Indonesia. Hanya saja, masih didominasi ponsel lokal asal Tiongkok. Pola pikir kebanyakan masyarakat di Indonesia, berpikir jika ponsel Tiongkok kualitasnya tidak terjamin. Hal tersebut ditambah tarik menarik antara pemerintah dan brand yang sudah kuat seperti Samsung ataupun Apple mau membangun pabriknya disini.

Apakah Indonesia hanya menjadi pasar tujuan penjualan ponsel saja? Memang, potensi pasar Indonesia terbilang besar. Kelas menengah ke atas pun, banyak yang menggemari penggunaan ponsel sebagai gaya hidup.

Sudah waktunya alarm untuk berbenah dilakukan. Negara lain tak harusnya bisa mengontrol kita untuk membeli produk mereka begitu saja. Kebijakan TKDN ini cukup bagus, hanya saja mungkin perlu dibicarakan lebih lanjut dengan beberapa stakeholders yang terkait. Diharapkan nantinya bisa tercipta win-win solution yang saling menguntungkan.

Meski terkategori negara berkembang, konsumsi ponsel premium di Indonesia terbilang besar. Tiap produk baru dikeluarkan, meski harganya lumayan mahal selalu saja banyak peminatny. Daya beli masyarakat kelas menengah ke atas masih berpotensi untuk digali oleh para produsen ponsel premium yang telah memiliki brand besar.

Bertolak belakang dengan masyarakat menengah ke bawah yang lebih mempertimbangkan harga daripada brand. Ponsel buatan atau merk Tiongkok bagi mereka sudah cukup karena memang sebegitu saja daya belinya.

Ini mungkin bisa menjadi pertimbangan pemerintah selain dengan TKDN. Tak hanya menerapkan TKDN barang impor, mungkinkah juga suatu saat Indonesia memproduksi ponsel sendiri. Dengan kemampuan sendiri bisa diciptakan ponsel nasional kebanggaan Indonesia. Bisakah? Indonesia punya potensi sumber daya manusia yang besar. Soal kualitas pun banyak yang direkrut oleh perusahaan-perusahaan besar di luar negeri.  Dan mengingat pengguna yang begitu besar, saya berpikir ponsel buatan negeri sendiri bisa sukses. Minimal mampu bersaing sehingga kita tak lagi menjadi tamu untuk negeri sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Redmi 5 Plus di 2019

Langkah Memperbaiki Notifikasi Whatsapp Telat Masuk di Nokia 5.1 Plus

Internet, Dunia Baru untuk Berekspresi