Semua (Bisa) Dikomentari di Media Sosial
Tulisan
Ini Bermula Pada Keheranan Saya di Twitter
Ya,
saya merasa bodoh berada di Twitter. Di akun media sosial saya
tersebut, linimassa (timeline)
senantiasa bergerak dinamis, memunculkan lalu lintas twit dari
berbagai orang. Tiap ada isu yang ramai dibicarakan, linimassa makin
berwarna. Setiap orang silih berganti mengungkapkan pemikiran,
pendapat atau sekedar ikut berkomentar melalui Twitter. Apapun bisa
dikomentari mulai dari situasi politik negeri hingga kelakuan
selebriti. Dan setiap orang secara ajaib berubah menjadi pakar dan
pengamat, mengomentari setiap hal. Nilai komentar baik dukungan pun
sanggahan beragam. Dari yang berargumen secara ilmiah dengan mengutip
pendapat seseorang, sampai yang asal ucap yang sulit dipahami.
Warna-warni ini membuat media sosial Twitter tak membosankan dan
penuh warna.
Fenomena
saling melempar pendapat ini menjadi asal muasal maraknya twitwar.
Twitwar terjadi kala dua akun atau lebih saling berbeda pendapat
mengenai suatu hal. Dan seperti sifat manusia yang tidak ingin kalah,
mereka pun mati-matian berusaha mempertahankan argumen dan
pendapatnya. Tak jarang pula twitwar berakhir dengan ejekan, bahkan
masuk ke ranah hukum.
Tidak
ada salahnya memang, karena media sosial memang difungsikan untuk hal
tersebut. Twitter dengan beragam twit yang berisi argumentasi ini,
bisa menjadi bahan pembelajaran setiap orang. Dari yang sebelumnya
tidak tahu menjadi paham setelah menyimak twit-twit para tokoh atau
pakar misalnya. Pun yang sebelumnya malu-malu untuk berpendapat
secara lisan, melalui media sosial dia dapat lebih mudah menyampaikan
pemikirannya. Tapi, tetap saja saya merasa "aneh" dalam
mencermati berbagai twit dari orang-orang di media sosial.
Keanehan
saya bukanlah hal yang istimewa. Ini hanya kebingungan saya dengan
fenomena aktifnya orang dalam bermediasosial. Setiap hal apapun baik
penting ataupun tidak, ada peluang untuk dikomentari. Twitwar malah
lebih mengherankan lagi. Saya merasa orang-orang yang melakukan
twitwar ini adalah mereka-mereka yang memiliki banyak waktu. Ya,
mereka sampai menghabiskan waktu untuk saling berdebat di media
sosial. Mereka kadang bukan siapa-siapa. Hasil twitwar mereka pun tak
akan menjadi dampak besar dalam kehidupan nyata. Bahkan kenyataannya
justru twitwar memancing musuh-musuh baru dengan mereka yang berbeda
pendapat. Akan tetapi, dengan munculnya hal-hal seperti itu, twitwar
justru menjadi hal utama dalam Twitter. Twitwar telah menjadikan
penggunanya menjadi kecanduan. Twitwar menjadi rutinitas. Minimal ada
pula beberapa kelompok "nyinyir".
Kelompok ini senantiasa mencibir setiap isu agar populer dan
memancing sebuah twitwar terjadi.
Media
sosial memang unik. Media sosial memiliki cara tersendiri membuat
penggunanya betah berlama-lama dalam menggunakannya. Media sosial
memiliki cara sendiri baik secara positif pun negatif menjadikan
penggunanya merasa terhibur, dan kecanduan menggunakannya. Twitwar
tak hanya menjadikan pelakunya senantiasa aktif posting dan
menanggapi lawan debatnya. Twitwar juga memancing orang lain untuk
ikut memantau, mengomentari, dan pada beberapa kasus malah
memanas-manasi jalannya twitar. Seolah twitwar merupakan hiburan dan
tontonan menarik di media sosial.
Twitwar
tak perlu dihentikan. Komentar pada sesuatu hal tak perlu untuk
dibungkam. Saling berargumen secara sehat dan positif, dapat menjadi
media pembelajaran publik. Pengguna media sosial pun tahu dan
mengerti latar belakang suatu pendapat. Akan tetapi, berdebat secara
positif ini masih sulit ditemui. Kebanyakan adalah twitwar yang
berisi ejekan, hinaan dan argumentasi ngawur tanpa dasar. Inilah
budaya yang harus diubah dalam menggunakan media sosial. Setiap
orang, dan pengguna media sosial memiliki kedudukan yang sama.
Memiliki argumen yang berbeda adalah wajar. Media sosial memberikan
kebebasan dalam mengungkapkan pemikirannya, namun tentunya haruslah
secara positif.
Budaya
saling ejek dan menghina di media sosial perlu untuk diakhiri. Media
sosial hendaknya berisi hal-hal yang positif dan menyenangkan.
Bukankah pengguna media sosial ini memiliki problematika sendiri di
kehidupan nyata? Media sosial bisa menjadi sarana untuk belajar
menghargai orang lain. Media sosial juga bagi beberapa orang
merupakan sarana untuk bersantai, sedikit refreshing dari
permasalahan di dunia nyata. Jadi, mari ramaikan Twitter dan mungkin
juga Facebook dengan hal-hal yang bermanfaat dan positif. Saya yakin,
media sosial masih tetap ramai.
Komentar